Prabowo Terkesan Melankolis dalam Debat Capres Putaran Kedua


 Prabowo Terkesan Melankolis dalam Debat Capres Putaran Kedua Calon Presiden, Prabowo Subianto (instgram)

KUPANG, ARAHKITA.COM - Akademisi Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Mikhael Bataona mengatakan, Calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto sesungguhnya memiliki peluang untuk mematahkan jawaban-jawaban Capres Joko Widodo (Jokowi).

"Prabowo sebenarnya punya peluang untuk mematahkan jawaban-jawaban Jokowi dengan mengeksplorasi program kerja Jokowi-Jusuf Kalla dalam 4 tahun terakhir ini," kata Mikhael Bataona kepada Antara di Kupang, Selasa (19/2/2019), terkait dengan sisi kelemahan Prabowo dalam debat kedua, Minggu (17/2/2019) malam.

Namun, lanjut dia, Prabowo Subianto terlalu menggunakan perasaan sehingga terkesan agak melankolis. Padahal, hukum utama dalam debat adalah tidak boleh menggunakan perasaan untuk menghadapi jawaban lawan debat. Pasalnya, perasaan bisa membuat yang bersangkutan menjadi lunak dan menyerah pada argumentasi lawan.

Dalam debat-debat Pilpres Amerika Serikat, kata dia, rasa iba dan permainan perasaan tidak dipakai dalam forum debat tersebut. Mereka saling serang secara "brutal", bahkan hal ini diizinkan.

"Di Indonesia tidak harus seperti Amerika Serikat. Akan tetapi, minimal debat dengan tensi tinggi dan menghentak perlu dimunculkan untuk menguji sejauh mana struktur berpikir calon presiden kita," katanya.

Menurut dia, Prabowo seharusnya bisa menyerang Jokowi soal impor dan infrastruktur, termasuk tol laut dan lainnya. Namun, Prabowo terkesan terlalu permisif.

"Akhirnya panggung debat menjadi sedikit hambar dengan banyaknya pengakuan dan dukungan Prabowo kepada jawaban Jokowi. Data numerik dan catatan kebijakan Jokowi lalu menjadi senjata mematikan. Jika Prabowo juga menguasai data, jawaban Jokowi bisa dipatahkan dan debat semalam akan lebih sengit," ujarnya.

Mikhael Bataona berpendapat bahwa Prabowo Subianto memiliki kelebihan semacam filsafat politik yang jelas. Akan tetapi, dalam mengelola negara, filsafat politik tidak cukup.

Lebih lanjut dia menuturkan, seorang pemimpin butuh ide-ide praktis dan bahkan pragmatis untuk mengatasi masalah setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, dan setiap tahun.

"Tidak hanya tentang strategi untuk 10 dan 50 tahun, tetapi juga bgaimana menghadapi 'every day politic' seperti bagaimana ekonomi bekerja, pasar bergejolak, seperti 'supply and demand' yang berkaitan dengan beras, cabai, telur, gula, dan lain-lain," katanya.

Ia menekankan, "Inilah kelemahan narasi besar yang hanya berpatok pada keagungan filsafat politik dan mengabaikan hal-hal teknis dan operasional dalam mengelola negara.

" Sebaliknya, kata Mikhael Bataona, Jokowi justru tampil sebagai antitesis Prabowo dengan tampil penuh percaya diri, mengajukan data dan fakta dengan sesekali melakukan serangan secara terukur kepada Prabowo.


Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Politik Terbaru