Loading
Menteri PPPA canangkan penghentian KDRT. (Net)
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Sejatinya, kasus KDRT diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Sehingga KDRT tidak hanya merupakan urusan pribadi rumah tangga, dan perlu dilapor kepada yang berwajib bila korban teraniaya.
Menanggapi kasus KDRT yang masih marah di tanah air, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise mencanangkan Gerakan Bersama Stop Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Geber Stop KDRT) di Gelanggang Olahraga Bung Karno, Jakarta, Minggu (4/11/2018).
"Kasus KDRT bisa menimpa rumah tangga siapa saja. Masyarakat Indonesia masih menganggap KDRT merupakan urusan pribadi rumah tangga, sehingga merasa tidak perlu melapor kepada yang berwajib," kata Yohana di Jakarta, dikutip Antara.
Yohana mengatakan korban KDRT biasanya enggan melaporkan kekerasan yang dialami karena malu, merasa tabu dan lain-lain. Padahal, KDRT telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. "Kasus KDRT yang dulu dianggap persoalan pribadi, kini menjadi urusan publik yang nyata," jelasnya.
Menurut Yohana, ada empat jenis KDRT yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan penelantaran.
Baca juga:
Menteri PPPA Canangkan Gerakan Stop KDRTAnak-anak yang tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang mengalami KDRT akan cenderung meniru ketika mereka dewasa dan berumah tangga. "Anak-anak yang melihat ibunya dipukul ayahnya dan diam saja, tidak melapor, akan cenderung melakukan hal yang sama ketika berumah tangga dan mengalami KDRT," katanya.