Loading
Ilustrasi - Suasana instalasi panel surya dari ketinggian di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (27/8/2020). Penggunaan pembangkit listrik tenaga surya ini sebagai upaya mendukung penggunaan energi yang ramah lingkungan, efektif dan efisien. (Bisnis/Himawan L Nugraha)
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Kerja sama antara Indonesia dan Singapura dalam pengembangan energi bersih diperkirakan akan menjadi motor pertumbuhan industri hijau di Tanah Air, sekaligus membuka peluang besar bagi tenaga kerja lokal. Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa.
Kesepakatan kedua negara mencakup ekspor listrik hijau dari Indonesia ke Singapura dengan kapasitas mencapai 3,4 gigawatt (GW) hingga tahun 2035, serta pengembangan zona industri berkelanjutan di kawasan Kepulauan Riau, khususnya di Bintan, Batam, dan Karimun.
Peluang Besar untuk Industri dan Tenaga Kerja Lokal
Menurut Fabby, kerja sama ini akan mendorong tumbuhnya industri energi baru terbarukan (EBT) seperti produksi modul surya, baterai, dan berbagai sektor pendukung lainnya di Indonesia. Meskipun proses produksi modul surya modern cenderung mengandalkan teknologi otomatis dan robotik, kehadiran industri-industri ini tetap akan menciptakan efek domino terhadap ekosistem usaha dan membuka ribuan lapangan kerja baru.
"Industri utama memang otomatis, tapi rantai pasok dan sektor pendukung justru berpotensi menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar," jelas Fabby.
Devisa dan Investasi Jangka Panjang
Dari sisi ekonomi, ekspor listrik hijau ke Singapura dinilai akan mendatangkan manfaat strategis berupa devisa dan peningkatan investasi asing. Fabby menyebut, Indonesia berpeluang mendapatkan pasokan investasi yang signifikan di sektor pembangkit energi terbarukan, dengan potensi nilai mencapai 30–50 miliar dolar AS untuk pembangkit tenaga surya, serta tambahan 2,7 miliar dolar AS untuk fasilitas manufaktur panel surya dan baterai.
“Selama 20 tahun ke depan, ekspor ini bisa menjadi sumber devisa tetap. Apalagi kalau diikuti pengembangan industri dalam negeri,” ujarnya.
Dorong Target Energi Bersih Nasional
Kerja sama ini juga dinilai mendukung pencapaian target bauran energi baru terbarukan nasional sebesar 23 persen pada 2030, dengan ambisi jangka panjang mencapai 46 persen di tahun 2045. Meski begitu, Fabby menekankan bahwa pencapaian target tersebut tidak bisa hanya bergantung pada proyek ini saja.
“Pembangkit yang direncanakan mencapai 3,2 GW (ac) atau 17 GWp (dc), termasuk sistem penyimpanan energi baterai (BESS) sebesar 35,7 GWh, yang akan dibangun secara bertahap dari 2028 sampai 2032,” jelasnya.
Kesepakatan Strategis yang Menguntungkan
Nota kesepahaman (MoU) kerja sama ini ditandatangani oleh Menteri ESDM Indonesia, Bahlil Lahadalia, dan Menteri Tenaga Kerja sekaligus Menteri Kedua Bidang Perdagangan dan Industri Singapura, Tan See Leng, pada Jumat (13/6/2025).
Selain ekspor listrik, kesepakatan ini juga mencakup pengembangan kawasan industri hijau dan kerja sama teknologi penangkapan serta penyimpanan karbon (Carbon Capture and Storage/CCS) di Indonesia.
IESR menyambut baik inisiatif ini dan menyebutnya sebagai langkah strategis yang menguntungkan kedua negara, sekaligus mendorong percepatan transisi energi bersih di kawasan ASEAN.
“Ini adalah langkah nyata yang akan membawa dampak positif jangka panjang, baik untuk lingkungan maupun perekonomian nasional,” pungkas Fabby dikutip dari Antara.