Selasa, 30 Desember 2025

Percepat Dampak Penurunan BI-Rate, Ekonom Sarankan Langkah Makroprudensial yang Lebih Agresif


 Percepat Dampak Penurunan BI-Rate, Ekonom Sarankan Langkah Makroprudensial yang Lebih Agresif Chief Economist Permata Bank Josua Pardede. ANTARA/Rizka Khaerunnisa/am.

JAKARTA, ARAHKITA.COM – Transmisi penurunan suku bunga acuan (BI-Rate) ke sektor perbankan dinilai masih berjalan lambat. Untuk mengatasinya, Bank Indonesia (BI) disarankan mengkombinasikan pelonggaran moneter dengan kebijakan makroprudensial yang lebih agresif.

Kepala Ekonom PermataBank, Josua Pardede, menyebut bahwa salah satu tantangan utama saat ini adalah mempercepat penurunan suku bunga kredit agar bisa mendorong sektor riil lebih cepat. Menurutnya, meskipun BI telah menurunkan suku bunga acuan dan likuiditas perbankan mencukupi, dampak ke bunga kredit masih belum terasa signifikan.

“Transmisi penurunan BI-Rate ke bunga kredit butuh waktu cukup panjang karena pasar kredit domestik masih cenderung konservatif,” ujar Josua saat dihubungi di Jakarta, Kamis (17/7/2025).

Faktor-Faktor Penghambat Transmisi BI-Rate

Menurut Josua, beberapa faktor struktural menjadi penyebab lambatnya penurunan suku bunga kredit. Di antaranya adalah:

Tingginya risiko kredit dalam kondisi ekonomi yang melambat

Net Interest Margin (NIM) yang masih tinggi, sehingga bank enggan memangkas bunga demi menjaga keuntungan

Minimnya persaingan antarbank, yang membuat penyesuaian bunga berjalan lambat tanpa tekanan pasar atau regulator

Josua juga menjelaskan bahwa secara umum, dampak penurunan suku bunga acuan terhadap bunga kredit bisa memakan waktu 1 hingga 2 kuartal, tergantung kondisi likuiditas, pasar kredit, dan persepsi risiko.

“Walau BI menyatakan likuiditas longgar, bank masih berhati-hati menurunkan bunga kredit karena khawatir akan meningkatnya kredit bermasalah,” tambahnya.

Strategi untuk Mendorong Transmisi Lebih Cepat

Agar penurunan BI-Rate dapat segera berdampak ke sektor riil, Josua menyarankan beberapa langkah tambahan, seperti:

Meningkatkan transparansi suku bunga kredit

Mendorong kompetisi antarbank melalui akselerasi digitalisasi

Memperkuat transmisi kredit ke sektor-sektor prioritas yang berdampak besar pada pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja

“Jika kebijakan makroprudensial lebih agresif, transmisi BI-Rate bisa lebih optimal dan menyentuh sektor produktif,” kata Josua.

Kondisi Terkini: BI-Rate dan Kredit Perbankan

Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) terbaru, BI kembali memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, sehingga BI-Rate saat ini berada di level 5,25 persen. Sejak awal tahun, total penurunan mencapai 75 basis poin, dilakukan bertahap pada Januari, Mei, dan Juli 2025.

Namun, suku bunga kredit perbankan masih tinggi. Data BI mencatat bunga kredit sebesar 9,16 persen pada Juni 2025, hanya turun tipis dibanding 9,18 persen di Mei.

Sementara itu, pertumbuhan kredit perbankan tercatat melambat. Per Juni 2025, pertumbuhan kredit sebesar 7,77 persen (year-on-year), lebih rendah dibanding Mei yang mencapai 8,43 persen (yoy).

Peran Kebijakan Makroprudensial BI

Untuk memperkuat sisi likuiditas, BI terus mendorong implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM). Hingga pekan pertama Juli 2025, total insentif KLM yang disalurkan mencapai Rp376 triliun.

BI juga mencatat bahwa likuiditas perbankan masih dalam kondisi sehat, tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang mencapai 27,05 persen per Juni 2025.

Dengan ruang pelonggaran yang masih terbuka—didukung inflasi yang terkendali dan nilai tukar yang stabil—tantangan terbesar kini bukan soal suku bunga acuan, melainkan bagaimana menyalurkannya secara efektif ke bunga kredit dan selanjutnya ke sektor riil.

Langkah-langkah makroprudensial yang lebih progresif dinilai bisa menjadi kunci percepatan dikutip Antara.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Ekonomi Terbaru