Selasa, 30 Desember 2025

KPK Sita Aset Senilai Rp6,5 Miliar dalam Kasus Dugaan Pemerasan Izin TKA di Kemenaker


 KPK Sita Aset Senilai Rp6,5 Miliar dalam Kasus Dugaan Pemerasan Izin TKA di Kemenaker Juru Bicara KPK Budi Prasetyo. (Antaranews)

JAKARTA, ARAHKITA.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menindaklanjuti kasus dugaan pemerasan dalam proses pengurusan izin tenaga kerja asing (TKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Pada Selasa, 8 Juli 2025, KPK menyita 10 aset milik para tersangka dengan total nilai sekitar Rp6,5 miliar.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa aset yang disita terdiri dari dua unit rumah senilai Rp1,5 miliar, empat unit kontrakan dan rumah kos yang ditaksir mencapai Rp3 miliar, serta empat bidang tanah dengan nilai sekitar Rp2 miliar. Seluruh aset tersebut tersebar di wilayah Depok dan Bekasi, Jawa Barat.

“Penyitaan dilakukan terhadap aset milik para tersangka dalam perkara dugaan pemerasan terkait perizinan penggunaan tenaga kerja asing di Kemenaker,” kata Budi saat dikonfirmasi di Jakarta.

Selain aset properti, KPK juga menyita uang tunai senilai Rp100 juta yang diduga berasal dari praktik pemerasan.

Modus Pemerasan Pengurusan RPTKA

Kasus ini mencuat setelah KPK menetapkan delapan tersangka pada 5 Juni 2025 lalu. Mereka seluruhnya adalah aparatur sipil negara (ASN) di 

Kemenaker, yakni Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.

Dalam kurun waktu 2019 hingga 2024, para tersangka diduga mengumpulkan dana hingga Rp53,7 miliar dari praktik pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).

Sebagai informasi, RPTKA merupakan dokumen wajib yang harus dimiliki sebelum tenaga kerja asing mendapatkan izin kerja di Indonesia. Tanpa RPTKA yang diterbitkan oleh Kemenaker, maka proses penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat. Hal ini membuat pemohon terpaksa menyuap agar dokumen mereka segera diproses, sebab keterlambatan dapat dikenai denda hingga Rp1 juta per hari.

Jejak Kasus Sejak Era Menteri Cak Imin

KPK menduga praktik pemerasan ini telah berlangsung cukup lama. Dugaan pemerasan disebut sudah terjadi sejak masa kepemimpinan Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009–2014. Praktik tersebut kemudian berlanjut di era Hanif Dhakiri (2014–2019) dan Ida Fauziyah (2019–2024).

KPK menegaskan bahwa penyelidikan masih terus berkembang, termasuk kemungkinan adanya aktor lain dan pengembalian kerugian negara dikutip Antara.

 

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Hukum & Kriminalitas Terbaru