Loading
Arsip - Anggota pasukan Brigade Al Qassam, sayap militer kelompok perlawanan Palestina, Hamas. (ANTARA/Anadolu/as/am.)
JAKARTA, ARAHKITA.COM — Harapan baru muncul dari Gaza. Pejabat senior Hamas, Mousa Abou Marzouq, menyatakan bahwa pertukaran tahanan antara Hamas dan Israel kemungkinan besar akan dimulai pada Senin (13/10/2025). Langkah ini menjadi bagian penting dari kesepakatan gencatan senjata yang baru diberlakukan di wilayah tersebut.
“Pertukaran tahanan mungkin dimulai pada Senin,” ujar Abou Marzouq dalam wawancara televisi pada Jumat (10/10/2025). Ia menegaskan bahwa proses tersebut tidak akan dijadikan ajang militerisasi maupun perayaan publik.
Kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel resmi berlaku Jumat pukul 12.00 waktu setempat (16.00 WIB), menandai berakhirnya fase awal pertempuran yang telah berlangsung selama berbulan-bulan.
Rincian Kesepakatan Pertukaran Tahanan
Menurut dokumen kesepakatan yang disiarkan oleh stasiun TV Israel KAN, Hamas akan membebaskan para sandera Israel yang masih hidup dalam waktu 72 jam setelah Israel meratifikasi kesepakatan tersebut.
Baca juga:
Indonesia Tegas: Pemerintah Tolak Visa Atlet Senam Israel untuk Kejuaraan Dunia di JakartaSelain itu, Hamas juga akan menyerahkan seluruh informasi terkait sandera yang tewas kepada mekanisme bersama yang melibatkan Turki, Qatar, Mesir, dan Komite Palang Merah Internasional (ICRC).
Israel sendiri memperkirakan masih ada 48 warga mereka yang disandera di Gaza, termasuk sekitar 20 orang yang diyakini masih hidup.Sebaliknya, lebih dari 11.100 warga Palestina kini ditahan di penjara-penjara Israel, banyak di antaranya dilaporkan mengalami penyiksaan, kelaparan, serta pengabaian medis, sebagaimana dilaporkan oleh berbagai lembaga HAM Palestina dan Israel.
Posisi Tawar Hamas dan Peran Mediator Internasional
Abou Marzouq menegaskan bahwa Hamas memiliki posisi tawar kuat dalam perundingan. Ia menuding Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menggunakan isu tahanan sebagai alasan untuk melanjutkan perang di Gaza.Lebih lanjut, ia menyebut Hamas sedang bekerja sama dengan para mediator internasional guna memastikan pembebasan para pemimpin Palestina yang masih ditahan di penjara Israel.
Situasi di Gaza dan Peran Amerika Serikat
Menurut Abou Marzouq, pasukan Israel telah mundur hingga ke “garis kuning”, meski masih menguasai sekitar 53 persen wilayah Jalur Gaza. Ia mengkritik garis penarikan yang dibuat Israel sebagai tidak akurat dan bersifat sepihak.
“Hamas tidak akan menerima keberadaan Israel di wilayah yang saat ini mereka kuasai,” tegasnya dikutip Antara.
Ia juga mengungkapkan bahwa Amerika Serikat telah mengirim pasukan untuk memantau pelaksanaan gencatan senjata, namun mereka akan ditempatkan di wilayah Israel, bukan di Gaza.
Menuju Fase Baru Perdamaian
Tahap berikutnya dari kesepakatan ini, menurut Abou Marzouq, akan difokuskan pada “proyek nasional” Palestina, termasuk pembahasan mengenai kemungkinan penempatan pasukan penjaga perdamaian di Gaza dan Tepi Barat.
Meski prosesnya masih panjang dan penuh tantangan, langkah ini dianggap sebagai awal dari fase baru menuju perdamaian yang lebih permanen di Timur Tenga