Loading
Ilustrasi - Usaha Keripik Tempe. (Net)
SIAPA sangka, lembaran baru hidup Wahyuni dimulai dari patah hati dan kegigihan bertahan hidup. Dahulu ia hanya seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Hong Kong. Kini, ia dikenal sebagai pelopor kripik tempe organik dengan merek Yuni Chips yang produknya mulai merambah pasar ekspor.
Saat ditemui di rumah produksinya di kawasan Sanan, Kota Malang, Wahyuni bercerita bagaimana awal mula ia meniti jalan sebagai entrepreneur. “Setelah pulang dari Hong Kong, saya bingung. Punya sedikit tabungan, tapi tak tahu harus mulai dari mana,” kenangnya.
Berawal dari Dapur Sendiri
Kembali ke kampung halaman bukan hal mudah. Alih-alih menikmati hasil kerja di luar negeri, Wahyuni justru harus menghadapi kenyataan: sulit mencari pekerjaan tetap. Namun, ia sadar punya satu keahlian yang bisa jadi pintu rezeki—memasak.
“Waktu di Hong Kong, saya sering bikin camilan sendiri, termasuk kripik tempe. Saya suka eksperimen. Setelah pulang, saya coba bikin lagi, awalnya untuk tetangga,” ujarnya.
Tak disangka, kripik buatannya digemari karena rasa gurihnya yang khas dan tidak terlalu berminyak. Perlahan, ia mulai memproduksi dalam jumlah lebih banyak dan menitipkannya ke warung-warung sekitar.
Tempe yang Ramah Lingkungan
Berbeda dengan kripik tempe pada umumnya, Wahyuni mencoba menggunakan tempe non-GMO dan bahan baku lokal organik. Ia bekerja sama dengan petani kedelai lokal yang tidak menggunakan pestisida kimia.
Langkah ini diambil bukan hanya demi rasa dan kualitas, tetapi juga untuk menciptakan rantai produksi yang lebih berkelanjutan. “Saya ingin produk ini tidak cuma enak, tapi juga punya nilai tambah untuk petani dan lingkungan,” katanya.
Tantangan dan Titik Balik
Wahyuni mengakui, perjalanannya penuh rintangan. Mulai dari kesulitan perizinan, pemasaran, hingga keterbatasan modal. Namun, titik baliknya datang saat ia mengikuti pelatihan kewirausahaan perempuan yang digelar oleh Kementerian Koperasi dan UKM.
Dari pelatihan itulah, ia belajar soal branding, digital marketing, hingga pengemasan produk. Nama Yuni Chips pun lahir dari proses tersebut. Ia juga dibantu mengakses Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk memperluas kapasitas produksi.
“Dulu saya cuma produksi 5 kg tempe per minggu. Sekarang bisa sampai 80 kg, dan ada reseller di Jakarta dan Kalimantan. Beberapa produk bahkan sudah dibawa untuk promosi di Malaysia,” tutur Wahyuni bangga.
Menginspirasi Perempuan Lain
Kini Wahyuni tak hanya fokus pada usahanya sendiri. Ia juga membina komunitas ibu-ibu eks PMI di Malang yang ingin belajar wirausaha. Baginya, pengalaman di luar negeri seharusnya jadi modal untuk membangun kemandirian ekonomi di tanah air.
“Saya ingin teman-teman perempuan tahu, mereka bisa mandiri tanpa harus bergantung. Usaha kecil pun kalau ditekuni bisa jadi besar,” pesannya. (Diolah dari sumber: Kemenkop UKM)