Loading
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung dan Dirut PT Jakarta Monorel, Ir. Sukmawati Syukur dengan latar belakang tiang Monorel mangkrak di Jl Rasuna Said Jakarta. (Foto: A. Ristanto)
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Menjelang perayaan HUT ke-498 Kota Jakarta pada 22 Juni 2025, perhatian publik tak hanya tertuju pada semarak acara, tetapi juga pada geliat pembenahan transportasi publik yang kembali menggema. Salah satu sorotan utamanya adalah potensi bangkitnya proyek monorail Jakarta yang sempat mangkrak, berkat minat dari investor asal Eropa.
Dengan tema “Jakarta Kota Global dan Berbudaya,” Pemprov DKI Jakarta mengajak masyarakat hadir dalam malam puncak perayaan di Taman Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, menggunakan transportasi umum. Bahkan, tarif seluruh moda transportasi publik hanya dikenakan Rp1,00, disertai perpanjangan jam operasional demi kenyamanan warga.
Namun, tarif murah bukanlah satu-satunya solusi atas kepadatan lalu lintas Ibu Kota. Keberlanjutan sistem transportasi umum yang aman dan terintegrasi masih menjadi kebutuhan mendesak. Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung dan Wakil Gubernur Rano Karno menegaskan komitmennya dalam membangun akses transportasi publik yang luas hingga menjangkau Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi).
Transformasi Transportasi Jakarta
Pemprov DKI sejak awal 2025 telah mendorong pelaksanaan program transportasi gratis bagi 15 kelompok masyarakat, sebagai bagian dari program prioritas 100 hari kerja. Dimulai dari TransJakarta sebagai pionir, kebijakan ini diperluas ke MRT dan LRT, membuka akses yang lebih luas bagi warga.
Kini, Jakarta memiliki sistem transportasi publik yang mencakup 253 km layanan:
TransJakarta (BRT): 231 km
MRT: 16 km
LRT: 6 km
Namun, tantangan besar masih dihadapi: dominasi kendaraan pribadi yang sulit digeser.
Jejak Monorail Jakarta: Dari Gagasan Hingga Mangkrak
Salah satu proyek ambisius yang sempat digagas adalah Monorail Jakarta, berdasarkan perjanjian kerja sama antara Pemprov DKI Jakarta dan PT Jakarta Monorail (PTJM) pada 31 Mei 2004. Perjanjian ini berformat Bangun-Guna-Serah (Build-Operate-Transfer/BOT) selama 30 tahun sejak mulai beroperasi.
Dalam perjanjian tersebut, PTJM bertanggung jawab membangun, membiayai, mengoperasikan, dan menyerahkan proyek ke pemerintah setelah masa operasional. PTJM juga memiliki hak mengelola pendapatan dari operasi serta mengembangkan properti di sekitar rute yang disepakati.
Sayangnya, proyek ini tak berjalan mulus. Hingga kini, hanya tiang-tiang monorail yang berdiri mangkrak tanpa kejelasan. Proyek yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada Juni 2004 di masa Gubernur Sutiyoso, kini justru dinilai merusak estetika kota.
Alstom SA Tertarik Berinvestasi
Gubernur Pramono mengusulkan pembongkaran tiang-tiang mangkrak dan mengirim surat ke PT Adhi Karya, pemilik struktur tersebut. Namun, PTJM justru melihat ini sebagai momentum menghidupkan kembali proyek. Apalagi, ketertarikan muncul dari perusahaan ternama asal Prancis, Alstom SA.
Alstom dikenal sebagai pemain global dalam sektor perkeretaapian, memproduksi kereta cepat, commuter, regional hingga trem. Dalam pernyataan resmi, Direktur Utama PTJM, Ir. Sukmawati Syukur, menyebut Alstom menyambut baik potensi terlibat dalam pembangunan monorail di Jakarta.
“Daripada membiayai pembongkaran, lebih baik kita perbarui perjanjian dan mengundang investasi baru. Kolaborasi dengan Pemprov akan memperkuat kepercayaan investor,” ujar Sukma.
Arah Baru Transportasi Jakarta?
Ketertarikan Alstom bisa menjadi angin segar dalam menghidupkan infrastruktur yang sempat terbengkalai. Jika terealisasi, proyek ini bisa menambah pilihan moda transportasi modern di Jakarta dan mendukung agenda besar menjadikan Jakarta sebagai kota global yang berbudaya dan ramah mobilitas publik.