Loading
Ilustrasi- Minuman Berpemanis Dalam Kemasan. (Foto by evelynlo via Pixabay)
JAKARTA, ARAHKITA.COM — Rencana pemerintah untuk mengenakan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dipastikan batal diterapkan tahun ini. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan bahwa implementasi kebijakan tersebut akan diundur hingga tahun 2026.
Penundaan ini disampaikan oleh Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Nirwala Dwi Heryanto, dalam keterangannya kepada media. “Pelaksanaan cukai MBDK ditunda ke tahun 2026,” ujarnya di Jakarta, Senin (23/6/2025).
Pemerintah sebelumnya menargetkan penerimaan cukai tahun 2025 mencapai Rp244 triliun, dengan Rp3,8 triliun di antaranya berasal dari cukai MBDK. Namun hingga kini, aturan teknis seperti Peraturan Pemerintah (PP) dan regulasi turunannya belum disusun, sehingga kebijakan tersebut belum bisa dijalankan.
Kemenkeu Fokus Cari Sumber Penerimaan Alternatif
Dengan mundurnya penerapan cukai MBDK, Kementerian Keuangan kini mencari strategi alternatif agar target penerimaan negara tetap tercapai. Beberapa opsi yang dipertimbangkan adalah optimalisasi dari jenis pungutan lain seperti bea masuk, bea keluar, dan cukai dari sektor berbeda
“Penerimaan tetap kami kejar dari sumber lain, baik dari sektor cukai maupun bea masuk dan keluar. Kebetulan harga CPO (crude palm oil) juga mengalami kenaikan, jadi bisa menjadi salah satu sumber potensial,” tambah Nirwala.
Pertimbangan Ekonomi Jadi Alasan Penundaan
Sebelumnya, pemerintah menargetkan cukai MBDK mulai diberlakukan pada semester kedua 2025, dengan tujuan utama menekan konsumsi gula berlebih di masyarakat. Selain pungutan, pemerintah juga berencana menetapkan ambang batas kadar gula dalam produk minuman.
Namun, dalam konferensi pers APBN KiTa edisi Juni 2025, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Djaka Budhi Utama, menegaskan bahwa kebijakan tersebut belum bisa diterapkan dalam waktu dekat. “Untuk saat ini, sampai dengan tahun 2025, belum akan dilaksanakan. Mungkin akan diberlakukan ke depannya,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal, Febrio Kacaribu, menjelaskan bahwa penundaan ini juga mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional. “Kebijakan fiskal, termasuk cukai, selalu disesuaikan dengan situasi perekonomian. Meskipun tujuan cukai MBDK untuk kesehatan, kami harus mempertimbangkan dampaknya terhadap daya beli masyarakat,” kata Febrio dikutip Antara.
Dengan mundurnya penerapan cukai MBDK ke tahun 2026, pemerintah berfokus pada optimalisasi sumber penerimaan lainnya untuk menjaga keseimbangan fiskal. Meski begitu, tujuan jangka panjang dari kebijakan ini, yakni menjaga kesehatan masyarakat melalui pengendalian konsumsi gula, tetap menjadi prioritas dalam agenda reformasi fiskal nasional.