Selasa, 30 Desember 2025

Sri Mulyani: Indonesia Butuh Investasi Rp7.500 Triliun untuk Pertumbuhan Ekonomi 2026


 Sri Mulyani: Indonesia Butuh Investasi Rp7.500 Triliun untuk Pertumbuhan Ekonomi 2026 Menkeu: Indonesia Butuh Investasi Rp7.500 Triliun untuk Pertumbuhan Ekonomi 2026. (Antaranews)

JAKARTA, ARAHKITA.COM - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Indonesia membutuhkan investasi baru minimal Rp7.500 triliun pada tahun 2026 untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal itu disampaikannya dalam Sidang Paripurna DPR ke-21 di Jakarta, Selasa.

Menurut Sri Mulyani, pertumbuhan investasi harus dijaga pada tingkat 5,9 persen year-on-year agar mampu mendorong ekonomi nasional. Ia menegaskan bahwa investasi menyumbang sekitar 30 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), menjadikannya salah satu motor utama pertumbuhan ekonomi.

“Pertumbuhan ekonomi tinggi tidak mungkin tercapai tanpa pertumbuhan investasi yang signifikan. Growth dari investasi harus dijaga atau ditingkatkan pada tingkat 5,9 persen year on year (yoy). Ini berarti Indonesia membutuhkan investasi baru pada tahun 2026 untuk mencapai target pertumbuhan yang tinggi dengan investasi senilai minimal Rp7.500 triliun. Komponen investasi berkontribusi 30 persen terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) kita,” kata Menkeu dalam Sidang Paripurna DPR ke-21 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024-2025, di Jakarta, Selasa.

Pemerintah mengandalkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) untuk menarik investasi dalam negeri dan luar negeri, terutama di sektor strategis bernilai tambah tinggi.

Namun, Sri Mulyani mengakui tantangan yang dihadapi cukup besar. Di sisi permintaan, konsumsi rumah tangga harus ditingkatkan hingga 5,5 persen. Karena konsumsi rumah tangga menyumbang 55 persen terhadap PDB, maka daya beli masyarakat harus dijaga melalui stabilitas harga, penciptaan lapangan kerja, dan intervensi pemerintah di sektor pangan dan energi.

Program untuk mendorong konsumsi masyarakat juga terus ditingkatkan, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dikembangkan secara ekspansif agar dapat menciptakan efek ganda (multiplier effect) tinggi, menciptakan rantai pasok di seluruh penjuru tanah air, serta menyerap secara langsung 1,7 juta tenaga kerja.

Selain itu, program strategis lainnya ialah pembangunan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih dengan target 80 ribu koperasi, lalu penyaluran kredit usaha rakyat bagi 2,3 juta debitur. Kemudian juga program perlindungan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), kartu sembako, bantuan subsidi upah, hingga program lainnya yang akan dilaksanakan untuk menjaga daya beli masyarakat, terutama kelompok rentan.

“Apabila digabungkan dengan (investasi), maka konsumsi rumah tangga dan investasi keduanya berkontribusi 85 persen terhadap perekonomian (PDB),” ujar Menkeu dikutip Antara.

Kolaborasi BUMN, Danantara, dan Swasta

Dalam rangka mencapai pertumbuhan tinggi seiring dengan lingkungan global masih penuh dengan ketidakpastian, kata Menkeu lagi, tentu membutuhkan upaya lebih keras bagi pemerintah untuk mendorong sektor swasta sebagai motor pertumbuhan ekonomi.

Karena itu, kolaborasi pemerintah, BUMN, Danantara, dan swasta dinyatakan menjadi kewajiban. Pemerintah disebut terus mendukung dengan menciptakan regulasi yang kondusif demi menjaga stabilitas makro.

Dia mengharapkan kolaborasi pemerintah dan swasta mampu memperkuat rantai pasok domestik, memperluas ekspor, dan mengakselerasi transformasi ekonomi berbasis nilai tambah tinggi.

"Peranan swasta penting di dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur, teknologi hijau, hingga digitalisasi menjadi fondasi penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif dan berkelanjutan," tuturnya.

Pada sisi ekspor, hilirisasi yang dilakukan menopang kinerja surplus neraca perdagangan sejak pertama kali digulirkan. Ke depan, upaya penguatan hilirisasi dilakukan untuk menciptakan efek ganda lebih besar dengan ekspor tumbuh hingga 6,8 persen guna mencapai pertumbuhan lebih tinggi.

“Ini merupakan target yang tidak mudah pada saat semua negara cenderung melakukan proteksi dan melihat ke dalam. Pertumbuhan ekonomi global sejalan dengan proyeksi IMF (International Monetary Fund) dan World Bank, yaitu yang hanya 2,4 persen untuk tahun 2026 atau 3 persen menurut IMF. Ini mengindikasikan tahun 2026 masih diproyeksikan perekonomian global tumbuh cukup lemah,” ungkap Sri Mulyani.

Melihat dari sisi produksi, katanya lagi, pilihan sektor sangat penting terutama bagi Danantara untuk menggunakan leverage ekuitas dan aset.

Output industri pengolahan yang berkontribusi 19 persen terhadap PDB perlu terus didorong melalui investasi inovasi dan produktivitas. Sektor industri pengolahan ditargetkan tumbuh 5,3 persen dan harus dijaga pada tingkat yang cukup tinggi di dalam rangka menciptakan kesempatan kerja.

Sektor perdagangan besar dan eceran yang memiliki kontribusi 13,2 persen dari PDB juga diasumsikan tumbuh 5,7 persen.

Program-program nasional seperti MBG, subsidi kompensasi, hingga perlindungan sosial diharapkan semakin menopang kinerja sektor perdagangan dan eceran.

Sektor informasi dan komunikasi yang berkontribusi 4,4 persen dari PDB ditargetkan tetap terjaga tumbuh tinggi di angka 8,3 persen, termasuk peningkatan kegiatan data center sebagai tulang punggung pengembangan ekonomi digital.

Dalam kesempatan tersebut, Menkeu menyampaikan bahwa asumsi pertumbuhan ekonomi 2026 yang diusulkan pemerintah pada rentang 5,2-5,8 persen yoy.

Sementara Fraksi Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PBS) masing-masing memberikan pandangan, agar pertumbuhan ekonomi mencapai 6,3 persen dan 6 persen. Usulan Fraksi Gerindra dan Fraksi PKB tersebut mempertimbangkan agar arah pencapaian target pertumbuhan 8 persen pada tahun 2029 dapat dicapai.

Fraksi Golkar, memberikan catatan agar pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi maksimal di batas atas 5,8 persen.

“Pemerintah memiliki semangat yang sama untuk dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas,” ujar dia pula.

 

 

Editor : Lintang Rowe

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Ekonomi Terbaru