Loading
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso dalam acara Bisnis Indonesia Midyear Challenges 2025 di Jakarta, Selasa (29/7/2025) (ANTARA/Bayu Saputra)
JAKARTA, ARAHKITA.COM – Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia akhirnya mendapatkan kepastian yang melegakan. Lewat kesepakatan tarif resiprokal sebesar 19 persen dengan Amerika Serikat, sektor padat karya ini berhasil terhindar dari ancaman tekanan tarif tinggi yang sebelumnya sempat diberlakukan era Presiden Donald Trump.
Menurut Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, kesepakatan tersebut telah menjadi “penyelamat” bagi jutaan pekerja dan pelaku industri dalam negeri.
“Bayangkan kalau tarif produk pakaian jadi Indonesia ditambah 32 persen dari AS di luar tarif standar, totalnya bisa di atas 50 persen. Itu jelas mematikan ekspor kita,” ungkapnya dalam acara Bisnis Indonesia Midyear Challenges 2025 di Jakarta, Selasa (29/7/2025).
Susi menjelaskan bahwa dalam skema perdagangan global, tarif terdiri dari beberapa jenis seperti tarif MFN (Most Favoured Nation), tarif sektoral, dan tarif resiprokal. Yang saat ini disepakati Indonesia dengan AS adalah tarif resiprokal yang akan dikenakan di luar tarif MFN.
Dampak Positif: Lindungi 3 Juta Pekerja dan Siklus Bisnis Musiman
Tarif resiprokal 19 persen ini dinilai menjadi penyelamat bagi sekitar 3 juta pekerja di industri TPT, yang merupakan bagian dari sektor padat karya nasional yang menyerap lebih dari 12 juta tenaga kerja.
Lebih dari sekadar angka, kesepakatan ini hadir pada momen krusial: pertengahan tahun, tepat saat banyak perusahaan tekstil tengah berburu pesanan untuk musim semi (spring season). Tanpa kepastian tarif saat itu, produsen nasional bisa kehilangan momentum, dan peluang pun berpindah ke negara lain seperti Vietnam yang tarifnya sudah lebih jelas.
“Kalau Presiden Prabowo belum memberi keputusan pada 15 Juli lalu, banyak pengusaha tekstil Indonesia tidak berani ambil order ekspor. Bisa jadi pesanan mereka lari ke Vietnam, yang tarifnya walau 20 persen, tapi sudah pasti,” lanjut Susi dikutip Antara.
Bukan Hanya Tarif: Indonesia Siap Borong Produk AS
Kesepakatan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat tidak berhenti pada soal tarif. Pemerintah Indonesia juga sepakat untuk melakukan pembelian sejumlah komoditas dari AS, antara lain:
Energi senilai USD 15 miliar
Produk pertanian sebesar USD 4,5 miliar
50 unit pesawat Boeing, mayoritas tipe Boeing 777
Langkah ini menjadi bagian dari diplomasi dagang yang saling menguntungkan, sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai mitra dagang strategis di mata AS.
Menuju Tarif Lebih Rendah: Fokus Negosiasi Lanjutan
Meski tarif 19 persen sudah disepakati, pemerintah Indonesia tidak berhenti di situ. Proses negosiasi lanjutan terus dilakukan untuk mendorong penurunan tarif bagi komoditas strategis yang belum bisa diproduksi oleh AS sendiri.
Sejumlah produk unggulan Indonesia seperti kelapa sawit, kopi, kakao, dan komoditas agro lainnya menjadi fokus utama pembahasan. Harapannya, AS bisa mempertimbangkan keringanan tarif karena ketergantungan terhadap produk-produk tersebut.
Kesepakatan tarif resiprokal 19 persen antara Indonesia dan Amerika Serikat membawa harapan besar bagi masa depan industri tekstil nasional. Selain menyelamatkan jutaan lapangan kerja, kebijakan ini juga membuka peluang ekspor yang lebih luas di pasar global, sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam lanskap perdagangan internasional.