Loading
Arsip foto - Layar menampilkan pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (27/10/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Senin (27/10) ditutup melemah 154,57 poin atau 1,87 persen ke level 8.117,15. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/YU
JAKARTA, ARAHKITA.COM – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali dibuka melemah pada perdagangan Rabu (5/11/2025). Tekanan jual yang terjadi di bursa kawasan Asia dan global turut menyeret pergerakan IHSG ke zona merah.
Pada pembukaan pagi ini, IHSG turun 28,31 poin atau 0,34 persen ke level 8.213,60. Sementara itu, indeks LQ45—yang berisi 45 saham unggulan—juga terkoreksi 2,36 poin atau 0,28 persen ke posisi 839,48.
Menurut riset Lotus Andalan Sekuritas, pelaku pasar tengah menanti rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III-2025 dari Badan Pusat Statistik (BPS). Konsensus memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,01 persen (year-on-year/yoy), sedikit melambat dibanding kuartal sebelumnya.
Kendati demikian, pemerintah dan Bank Indonesia tetap optimistis ekonomi nasional akan menguat hingga akhir tahun, didukung oleh ekspor yang solid serta kebijakan fiskal dan moneter yang longgar.
Potensi Volatilitas dari Rebalancing MSCI
Selain menanti data ekonomi, pasar juga mencermati tinjauan indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) periode November 2025. Potensi perubahan komposisi saham besar dalam indeks tersebut bisa memicu volatilitas di pasar domestik, terutama bagi saham-saham dengan kapitalisasi besar.
Sentimen Global Tekan Pasar
Baca juga:
IHSG Dibuka Menguat, Ini PenyebabnyaDari kancah global, gejolak politik dan ekonomi Amerika Serikat (AS) turut menambah tekanan. Penutupan sebagian pemerintahan AS (shutdown) yang telah berlangsung 36 hari menjadi yang terpanjang dalam sejarah. Kondisi ini mengganggu aktivitas ekonomi, mulai dari sektor penerbangan hingga penurunan kepercayaan bisnis dan konsumen.
Sementara itu, penguatan indeks dolar AS serta ketidakpastian arah kebijakan The Federal Reserve (The Fed) terus menekan mata uang negara berkembang, termasuk rupiah. Meski begitu, imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun justru turun ke 6,15 persen, menandakan adanya minat beli di pasar obligasi dikutip Antara.
Bursa Global Kompak Melemah
Penutupan perdagangan Selasa (4/11) di pasar Eropa juga menunjukkan tren pelemahan. Euro Stoxx 50 turun 0,26 persen, DAX Jerman melemah 0,76 persen, dan CAC Prancis terkoreksi 0,52 persen. Hanya indeks FTSE 100 Inggris yang menguat tipis 0,14 persen.
Dari Wall Street, tiga indeks utama AS juga berakhir di zona merah. Dow Jones Industrial Average melemah 0,53 persen ke 47.085,24, S&P 500 turun 1,17 persen ke 6.771,74, dan Nasdaq Composite anjlok 2,07 persen ke level 25.435,70.
Di kawasan Asia pagi ini, tekanan masih terasa. Indeks Nikkei jatuh 3,93 persen ke 49.480,00, Hang Seng turun 1,25 persen ke 25.665,50, Shanghai terkoreksi 0,54 persen ke 3.983,25, dan Strait Times melemah 1,10 persen ke 4.373,07.
IHSG kembali dibayangi tekanan eksternal seiring pelemahan bursa global dan sentimen negatif dari AS. Namun, rilis data ekonomi domestik serta arah kebijakan fiskal dan moneter ke depan akan menjadi faktor kunci dalam menentukan arah pasar di sisa tahun 2025.