Loading
Jajaran petinggi PT Bank HSBC Indonesia bersama petinggi PT Bambang Djaja (BD) dan PT Bahtera Adi Jaya (Bahtera) dalam kerja sama pembiayaan HSBC Sustainability Improvement Loan (SIL) di Jakarta, Rabu (12/11/2025). (HSBC)
JAKARTA, ARAHKITA.COM — PT Bank HSBC Indonesia resmi memperkenalkan HSBC Sustainability Improvement Loan (SIL), sebuah skema pembiayaan inovatif yang menautkan biaya kredit dengan kinerja keberlanjutan (ESG) perusahaan. Program ini dirancang khusus untuk membantu pelaku usaha menengah memperluas akses ke pembiayaan hijau dan memperkuat praktik bisnis berkelanjutan mereka.
Peluncuran ini ditandai dengan transaksi perdana bersama dua perusahaan nasional, yaitu PT Bambang Djaja (BD) — produsen trafo daya dan instrumen distribusi listrik — serta PT Bahtera Adi Jaya (Bahtera), distributor bahan kimia khusus.
“Kami meluncurkan HSBC SIL sebagai solusi pembiayaan inovatif untuk menjembatani kesenjangan akses menuju ekonomi hijau, khususnya bagi segmen usaha menengah,” ujar Steve Andoko, Banking Director Corporate and Institutional Banking HSBC Indonesia, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (12/11/2025).
Menurut Steve, tujuan utama dari SIL adalah membantu bisnis tumbuh secara bertanggung jawab dan adaptif terhadap transisi menuju ekonomi rendah karbon. Melalui skema ini, pelaku usaha dapat mengambil langkah awal yang berarti dalam perjalanan menuju keberlanjutan.
Kredit yang Menghargai Performa ESG
Salah satu keunggulan HSBC SIL terletak pada mekanisme penentuan margin bunga yang disesuaikan dengan skor ESG perusahaan, berdasarkan penilaian dari EcoVadis — lembaga global dengan lebih dari 150.000 pemeringkatan terkait Environmental, Social, dan Governance (ESG).
Perusahaan yang berhasil meningkatkan skor ESG-nya akan menikmati penurunan suku bunga kredit, sedangkan yang mengalami penurunan skor dapat menghadapi penyesuaian suku bunga ke arah sebaliknya.
“Struktur ini bukan hanya memberikan insentif finansial, tetapi juga dukungan konkret agar pelaku bisnis, apa pun skalanya, bisa mempercepat transisi menuju praktik yang lebih berkelanjutan,” tambah Steve.
Membuka Akses Pembiayaan Hijau bagi Usaha Menengah
Steve juga menyoroti bahwa banyak perusahaan menengah yang baru mulai menerapkan prinsip keberlanjutan masih kesulitan mengakses Sustainability-Linked Loans (SLL), karena keterbatasan sumber daya dalam pengukuran dan pelaporan ESG.
Dengan adanya SIL, perusahaan dapat menggunakan hasil penilaian EcoVadis untuk memetakan kekuatan dan area yang perlu ditingkatkan, sehingga lebih siap dalam memenuhi standar global rantai pasok berkelanjutan.
“Kini banyak perusahaan multinasional yang mewajibkan mitra rantai pasok mereka mematuhi standar ESG. Tren ini makin meluas di sektor seperti manufaktur, agribisnis, dan energi,” ujar Steve.
Kolaborasi Global untuk Masa Depan yang Lebih Hijau
Sementara itu, Richard Bourne, Senior Vice President Asia Pacific Japan EcoVadis, menyebut program ini sebagai contoh nyata integrasi ESG dalam pembiayaan bisnis.“SIL adalah langkah konkret yang menghubungkan kinerja rantai pasok dengan akses pembiayaan. Platform penilaian kami membantu perusahaan dari berbagai ukuran, termasuk UKM, untuk mengambil langkah awal dalam perjalanan ESG mereka,” jelas Richard.
Ia menambahkan, pendekatan seperti ini berpotensi meningkatkan daya saing dan ketahanan bisnis di tingkat global, karena perusahaan yang berkomitmen terhadap keberlanjutan kini memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan akses kredit yang lebih baik.