Rabu, 31 Desember 2025

Indonesia Kecewa Uni Eropa Ajukan Banding atas Putusan WTO soal Baja Nirkarat


 Indonesia Kecewa Uni Eropa Ajukan Banding atas Putusan WTO soal Baja Nirkarat Ilustrasi - Jajaran direksi PT AM/NS Indonesia melepas ekspor produk baja lapis seng (galvanize) sebanyak 10 .000 ton ke Amerika Serikat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (30/4/2025). ANTARA/HO-PT AM/NS Indonesia

JAKARTA, ARAHKITA.COM — Pemerintah Indonesia menyampaikan kekecewaannya atas keputusan Uni Eropa (UE) yang kembali mengajukan banding dalam sengketa perdagangan baja nirkarat di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Banding ini diajukan pada 21 November 2025, di saat Badan Banding WTO tengah mengalami krisis dan tidak berfungsi optimal.

Menteri Perdagangan RI, Budi Santoso, menegaskan bahwa Panel Sengketa WTO dalam kasus DS616 sudah menilai perkara secara objektif. Hasilnya, pengenaan countervailing duties (CVD) oleh UE terhadap produk baja nirkarat Indonesia dinyatakan tidak sesuai dengan aturan WTO.

“Seharusnya Uni Eropa menghentikan CVD yang mereka terapkan. Banding ini hanya membuat putusan panel tidak bisa langsung diadopsi,” ujar Budi dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis (4/12/2025).

Budi memahami bahwa secara prosedural UE memiliki hak untuk banding. Namun, ia menilai langkah tersebut seharusnya ditujukan untuk menjaga kepastian hukum, bukan menjadi strategi untuk mempertahankan kebijakan yang dinilai keliru oleh panel WTO.

Pemerintah Indonesia Terbuka untuk Penyelesaian Alternatif

Lebih jauh, Budi menyampaikan bahwa Indonesia terbuka untuk menyelesaikan sengketa di luar mekanisme banding WTO. Sayangnya, menurut dia, UE tidak menunjukkan upaya maksimal untuk mengeksplorasi opsi tersebut.

UE disebut hanya berfokus pada mekanisme banding alternatif besutan mereka sendiri, yakni Multi-Party Interim Appeal Arbitration Arrangement (MPIA). Padahal, sejumlah negara anggota MPIA sebelumnya juga menyatakan kurang puas terhadap implementasi mekanisme tersebut.

“Indonesia akan terus mencari jalan penyelesaian terbaik dan mendorong UE untuk segera menyesuaikan kebijakan CVD mereka,” tegas Budi.

Awal Mula Sengketa DS616

Sengketa DS616 bermula ketika UE menuduh Pemerintah Indonesia memberikan subsidi yang dianggap merugikan industri baja domestik Eropa. Atas dasar itu, UE memberlakukan tarif CVD sebesar 13,5–21,4 persen sejak Maret 2022.

Indonesia menilai kebijakan itu tidak berdasar, sehingga mengajukan gugatan ke Badan Penyelesaian Sengketa WTO pada 24 Januari 2023. Pada 2 Oktober 2025, Panel WTO mengeluarkan putusan yang memenangkan Indonesia dan menyatakan bahwa tindakan UE melanggar aturan perdagangan internasional.

Selain sengketa baja, UE sebelumnya juga mengajukan banding dalam perkara biodiesel DS618. Menurut Budi, langkah-langkah seperti ini berpotensi menghambat kinerja ekspor Indonesia ke UE, terutama ketika kedua pihak sedang berusaha memperkuat kerja sama perdagangan bilateral.

 

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Ekonomi Terbaru