Rabu, 31 Desember 2025

Kebijakan Cukai MBDK Harus Segera Diberlakukan


 Kebijakan Cukai MBDK Harus Segera Diberlakukan Para pembicara dalam Diseminasi Rekomendasi Kebijakan: Urgensi Pengendalian Minuman Berpemanis melalui Cukai MBDK di Indonesia yang digelar secara daring, Kamis (31/3/2022). (Foto: Tangkapan Layar)

JAKARTA, ARAHKITA.COM – Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) adalah instrumen fiskal yang hemat biaya (cost-effective) dalam mengurangi konsumsi MBDK, mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya menurunkan kandungan gula dalam minuman yang mereka konsumsi, berpotensi menambah pemasukan negara, serta dalam jangka panjang, berkontribusi pada perbaikan kesehatan masyarakat.

Untuk memastikan efektivitasnya, penerapan cukai MBDK memerlukan landasan berbasis bukti yang menunjukkan manfaat kebijakan ini dalam menurunkan PTM dan obesitas.

Rekomendasi CISDI  ini disampaikan dalam "Diseminasi Rekomendasi Kebijakan: Urgensi Pengendalian Minuman Berpemanis melalui Cukai MBDK di Indonesia" yang digelar secara daring, Kamis (31/3/2022).

Di samping itu, kebijakan ini perlu dilengkapi dengan kebijakan lain seperti pembatasan pemasaran di media dan fasilitas publik, program kampanye konsumsi sayur dan buah di sekolah-sekolah, serta pelabelan peringatan kesehatan pada kemasan MBDK.

Penerapan cukai MBDK di Indonesia harus menjadi langkah nyata pemerintah untuk melindungi masyarakat dari praktik eksploitasi konsumen yang berdampak buruk bagi kesehatan.

Mendorong pemerintah menerapkan desain kebijakan cukai MBDK berdasarkan kandungan gula sebesar 20% secara komprehensif. Berbeda dengan usulan Kemenkeu, CISDI merekomendasikan bahwa penerapan cukai MBDK sebaiknya ditetapkan pada semua produk MBDK tanpa kecuali dan secara serentak. Cakupan tersebut meliputi semua minuman berpemanis gula asli maupun pemanis dalam bentuk BTP.

Rekomendasi implementasi MBDK secara komprehensif ini mendapat dukungan dari World Health Organization, serta bukti dari berbagai praktik baik di negara lain (55,56). Penerapan cukai MBDK dengan pengecualian terhadap produk tertentu dapat melemahkan kebijakan dan tidak akan efektif karena masyarakat dapat beralih ke produk-produk yang tidak dikenakan cukai tersebut. Belajar dari penerapan cukai MBDK di luar negeri, kebanyakan negara tidak menerapkan pengecualian untuk jenis, serta merek MBDK, juga skala produksi perusahaan MBDK. Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan masyarakat beralih ke produk yang tidak terkena cukai karena akan mengurangi efektivitas dari penerapan kebijakan.

  • Tarif cukai - Bukti dari berbagai negara menunjukkan tarif cukai 20% efektif untuk menurunkan konsumsi sebesar 24%. Pada penerapannya nanti, tarif cukai MBDK ini perlu ditingkatkan setiap tahunnya untuk dapat menekan konsumsi sesegera dan signifikan mungkin.
  • Desain cukai - Dari segi kesehatan, praktik baik di negara Meksiko, Afrika Selatan, dan Inggris, menunjukkan penerapan cukai berdasar kandungan gula terbukti lebih bermanfaat dan efektif dalam menurunkan prevalensi berat badan lebih dan obesitas. Hal tersebut dikarenakan desain cukai ini akan memberikan beban cukai yang lebih berat pada produk MBDK tinggi gula, sehingga efek terhadap penurunan konsumsi akan lebih berpengaruh. Hal ini sejalan dengan usul dari Kemenkeu untuk mengenakan cukai multi-tarif karena kemudahannya dalam segi administratif dan dampak penerapan cukai terhadap harga cenderung stabil dan tidak terpengaruh dengan perubahan harga pasar.

Untuk itu, CISDI mendukung pemerintah untuk menerapkan desain cukai berdasarkan kandungan gula melihat besar manfaatnya bagi kesehatan masyarakat di Indonesia.

Mengadopsi kebijakan cukai MBDK akan membutuhkan legitimasi, kelayakan, dan dukungan di tingkat kepemimpinan politik dan publik. Dengan adanya bukti ilmiah terkait manfaat penerapan cukai MBDK, Menteri Keuangan pada tahun 2020 menunjukkan komitmennya untuk memulai kembali proses perancangan kebijakan tersebut. Mengingat dampak negatif dari konsumsi tinggi MBDK, komitmen Menteri Keuangan untuk menerapkan cukai MBDK tersebut perlu didorong segera.

Sesuai dengan pasal 4 ayat (2) UU HPP, penambahan Barang Kena Cukai dapat diajukan dalam rapat Undang-Undang APBN (UU APBN) dengan persetujuan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam hal ini, Kementerian Kesehatan sebagai kementerian yang berperan utama dalam pengendalian dampak kesehatan akibat konsumsi MBDK yang berlebihan perlu menjadi pendorong utama kerjasama lintas sektor dan kementerian untuk penerapan kebijakan cukai MBDK. Setelah sempat tertunda, penerapan kebijakan cukai MBDK di Indonesia perlu diimplementasikan segera untuk mencegah terus meningkatnya beban kesehatan masyarakat Indonesia dan menyelamatkan generasi muda di masa depan.

Webinar “Diseminasi Rekomendasi Kebijakan: Urgensi Pengendalian Minuman Berpemanis melalui Cukai MBDK di Indonesia, yang digelar Kamis (31/3/2022) menghadirkan para pembicara:  dr. Yuli Farianti, Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan Kemenkes RI, Febrio Kacaribu, Ph.D., Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu RI, Pungkas Bahjuri Ali, Ph.D., Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas RI, Diah Saminarsih, Dewan Pengawas CISDI, Gita Kusnadi, Research Manager, CISDI, Abdillah Ahsan, Pakar Advokasi CISDI dan Direktur Lembaga Demografi FEB UI, Tubagus Haryo, Perwakilan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

 

 

 

 

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Ekonomi Terbaru