Selasa, 30 Desember 2025

Kenaikan HPE Konsentrat Tembaga: Sinyal Besar dari Transisi Energi Hijau


 Kenaikan HPE Konsentrat Tembaga: Sinyal Besar dari Transisi Energi Hijau Arsip foto - Dua orang pekerja beraktivitas di dalam kawasan smelter tembaga milik PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) yang berlokasi di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Senin (23/9/2024). ANTARA/Sugiharto Purnama/am.

JAKARTA, ARAHKITA.COM – Kenaikan harga patokan ekspor (HPE) untuk konsentrat tembaga dengan kadar tembaga minimal 15 % mencuat di paruh pertama November 2025 — yakni sebesar US$ 5.462,14 per Wet Metrik Ton (WMT), naik sekitar 15,1 % dibanding periode paruh kedua September yang berada di US$ 4.745,52 per WMT. 

Menurut ‎Kementerian Perdagangan RI (Kemendag), kenaikan ini terutama ditopang oleh melonjaknya permintaan global terhadap tembaga — yang semakin dibutuhkan oleh industri energi terbarukan, kendaraan listrik dan pabrik elektronik. 

Selain itu, sejumlah faktor lain turut memperkuat lonjakan HPE: antara lain fluktuasi nilai tukar, gangguan produksi di tambang‐besar dunia, hingga penguatan harga logam global seperti emas dan perak. 

Penetapan HPE dilakukan dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 2151 Tahun 2025 yang mulai berlaku 4 November 2025 dan efektif untuk periode 5–14 November 2025. 

Penentuan angka HPE ini berdasarkan masukan teknis dari ‎Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mengacu pada data dari London Metal Exchange (LME) untuk tembaga dan ‎London Bullion Market Association (LBMA) untuk emas & perak. 

Kemendag juga menegaskan bahwa proses ini dilakukan antar-kementerian (Koordinator Bidang Perekonomian, ESDM, Keuangan, Perindustrian) untuk menjaga transparansi dan akurasi dikutip Antara.

Mengapa Tembaga Kini “Primadona” Energi Hijau?

  1. Komponen kunci dalam infrastruktur energi bersih — Tembaga digunakan dalam kabel, listrik‐grid, turbin angin, panel surya, bahkan kendaraan listrik.
  2. Permintaan global yang melejit — Dengan agenda hijau makin kuat di banyak negara, kebutuhan logam seperti tembaga naik.
  3. Pasokan yang terganggu — Produksi dari beberapa tambang besar mengalami gangguan, sehingga pasokan menjadi lebih ketat dan mendorong harga naik.
  4. Harga logam penguat — Kenaikan harga tembaga (naik ≈ 9,45 %) diikuti emas (+18,86 %) dan perak (+27,81 %) pada periode yang sama, menunjukkan minat investor terhadap logam sebagai aset lindung nilai. 

Implikasi bagi Indonesia

  • Dengan HPE naik, pelaku ekspor konsentrat tembaga bisa menikmati nilai yang lebih bagus — asal sesuai regulasi ekspor dan kadar.
  • Namun, harus diperhatikan bahwa kenaikan HPE juga bisa memicu tekanan terhadap kebijakan domestik terkait pengolahan mineral, nilai tambah, dan keberlanjutan.
  • Bagi sektor energi hijau dan manufaktur, kenaikan harga input seperti tembaga bisa berarti biaya yang lebih tinggi — alih-alih hanya peluang.
  • Pemerintah perlu memastikan bahwa kenaikan ini juga membawa manfaat bagi industri dalam negeri: hilirisasi, efisiensi, serta pemanfaatan yang ramah lingkungan.

Kenaikan HPE konsentrat tembaga bukan sekadar angka — ia mencerminkan tren global yang semakin mengarah ke transisi energi bersih. Bagi Indonesia, ini adalah peluang sekaligus tantangan: bagaimana memanfaatkan lonjakan permintaan komoditas ini untuk mendorong nilai tambah dan pembangunan yang berkelanjutan.

 

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Green Economy Insight Terbaru