Loading
Arsip foto - Dua orang pekerja beraktivitas di dalam kawasan smelter tembaga milik PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) yang berlokasi di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Senin (23/9/2024). ANTARA/Sugiharto Purnama/am.
JAKARTA, ARAHKITA.COM – Kenaikan harga patokan ekspor (HPE) untuk konsentrat tembaga dengan kadar tembaga minimal 15 % mencuat di paruh pertama November 2025 — yakni sebesar US$ 5.462,14 per Wet Metrik Ton (WMT), naik sekitar 15,1 % dibanding periode paruh kedua September yang berada di US$ 4.745,52 per WMT.
Menurut Kementerian Perdagangan RI (Kemendag), kenaikan ini terutama ditopang oleh melonjaknya permintaan global terhadap tembaga — yang semakin dibutuhkan oleh industri energi terbarukan, kendaraan listrik dan pabrik elektronik.
Selain itu, sejumlah faktor lain turut memperkuat lonjakan HPE: antara lain fluktuasi nilai tukar, gangguan produksi di tambang‐besar dunia, hingga penguatan harga logam global seperti emas dan perak.
Penetapan HPE dilakukan dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 2151 Tahun 2025 yang mulai berlaku 4 November 2025 dan efektif untuk periode 5–14 November 2025.
Penentuan angka HPE ini berdasarkan masukan teknis dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mengacu pada data dari London Metal Exchange (LME) untuk tembaga dan London Bullion Market Association (LBMA) untuk emas & perak.
Kemendag juga menegaskan bahwa proses ini dilakukan antar-kementerian (Koordinator Bidang Perekonomian, ESDM, Keuangan, Perindustrian) untuk menjaga transparansi dan akurasi dikutip Antara.
Mengapa Tembaga Kini “Primadona” Energi Hijau?
Implikasi bagi Indonesia
Kenaikan HPE konsentrat tembaga bukan sekadar angka — ia mencerminkan tren global yang semakin mengarah ke transisi energi bersih. Bagi Indonesia, ini adalah peluang sekaligus tantangan: bagaimana memanfaatkan lonjakan permintaan komoditas ini untuk mendorong nilai tambah dan pembangunan yang berkelanjutan.