Loading
Kru film terbaru Project69 berjudul Yang Terluka mengangkat kisah perempuan korban kekerasan seksual digital. (Foto: Istimewa)
JAKARTA, ARAHKITA.COM — Rumah produksi Project69 (P69) kembali bersiap mengisi layar lebar Indonesia lewat karya terbaru berjudul “Yang Terluka”. Film bergenre drama thriller ini menggali sisi kelam kehidupan perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual berbasis digital, sebuah isu yang kian marak di era media sosial.
“Banyak perempuan menjadi korban di dunia digital. Tubuh mereka diperlakukan sebagai objek, harga diri dirampas, dan suara mereka seringkali dibungkam oleh sistem yang tidak berpihak,” ujar Rico Michael, sutradara sekaligus penulis naskah Yang Terluka, dalam acara ramah tamah media di Jakarta, Sabtu (11/10/2025).
Terinspirasi dari Kisah Nyata
Rico mengungkapkan bahwa film ini lahir dari kegelisahan terhadap representasi perempuan yang sering termarjinalkan. Ia menuturkan, inspirasi Yang Terluka datang dari berbagai kasus nyata kekerasan digital yang mengguncang publik.
Mulai dari kisah tragis seorang perempuan di Malang yang mengakhiri hidupnya setelah video pribadinya tersebar, hingga kasus ancaman seorang siswi SMA di Kalimantan Barat dari mantan pacarnya. Tak ketinggalan, fenomena konten deepfake yang menyeret wajah selebriti Indonesia juga menjadi bahan refleksi dalam pembuatan film ini.
“Masih banyak laporan di Komnas Perempuan yang belum terselesaikan. Dari situ kami merasa penting untuk membuat film ini sebagai bentuk perlawanan dan ruang empati,” kata Rico.
Deretan Bintang dan Pesan yang Kuat
Film Yang Terluka akan dibintangi oleh Vinessa Inez, Dennis Adhiswara, dan Chika Waode, yang sebelumnya juga tampil dalam film perdana P69, Dalam Sujudku. Beberapa nama lain yang turut memperkuat jajaran pemeran antara lain Dwi Sasono, Rifky Balweel, Fanny Ghassani, Jinan Safa, Sari Koeswoyo, dan Gibran Marten.
Produser Donnie Sjech menjelaskan bahwa film ini bukan sekadar hiburan, melainkan sebuah seruan untuk mengubah cara pandang masyarakat terhadap korban kekerasan seksual.
“Lewat film ini kami ingin menyampaikan bahwa rasa malu bukan milik korban, melainkan pelaku. Tubuh dan martabat perempuan tidak boleh dijadikan alat penghakiman,” tegas Donnie.
Ia berharap Yang Terluka dapat membuka ruang diskusi yang sehat tentang kekerasan terhadap perempuan, menumbuhkan empati, dan menghadirkan kesadaran bahwa setiap korban berhak untuk didengar.
“Di balik setiap cerita yang ditampilkan di layar, selalu ada luka yang menunggu untuk disembuhkan,” tambahnya.
Siap Syuting Akhir Tahun
Donnie juga menuturkan bahwa produksi film saat ini sudah memasuki tahap workshop dan reading bersama para pemain. Jika berjalan sesuai rencana, proses syuting akan dimulai pada pertengahan November 2025.
Dengan mengangkat isu yang relevan dan mendalam, Yang Terluka diharapkan dapat menjadi film reflektif yang membuka mata publik terhadap bahaya kekerasan seksual di dunia digital, sekaligus memperkuat posisi perempuan dalam industri perfilman Indonesia.