Rabu, 31 Desember 2025

Tampil Cantik dan Peduli Bumi: Inilah Produk Lokal Ramah Lingkungan yang Patut Dicoba


 Tampil Cantik dan Peduli Bumi: Inilah Produk Lokal Ramah Lingkungan yang Patut Dicoba Tas noken yang terbuat dari serat kulit kayu kini hadir dalam berbagai desain dan warna cerah tanpa meninggalkan esensi tradisionalnya. (Foto: Istimewa)

DI TENGAH krisis iklim yang semakin nyata, industri fashion dan kecantikan global terus menjadi sorotan. Data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan bahwa sektor ini menyumbang sekitar 8–10% emisi karbon dunia—angka yang bahkan melampaui gabungan emisi dari industri penerbangan dan pelayaran.

Namun di balik bayang-bayang kerusakan lingkungan, harapan mulai tumbuh dari berbagai penjuru Nusantara. Sejumlah pelaku usaha lokal menunjukkan bahwa tampil menawan tidak harus merusak bumi. Dengan memanfaatkan bahan alami, melibatkan komunitas lokal, dan mengusung prinsip keberlanjutan, mereka menghadirkan produk kecantikan dan fashion yang ramah lingkungan sekaligus bernilai budaya tinggi.

Berikut ini deretan produk lokal yang tak hanya mempercantik penampilan, tetapi juga merawat alam dan memberdayakan masyarakat.

1. Sabun Sereh Wangi Tumbavani dari Sigi

Masyarakat Desa Pulu di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, memanfaatkan tanaman sereh wangi sebagai bahan dasar sabun alami bernama Tumbavani. Tanaman ini dipilih karena mudah ditanam dan cepat dipanen, hanya membutuhkan waktu empat bulan sekali.

Sabun Tumbavani diproduksi oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dengan dukungan Mercy Corps Indonesia dan Gampiri Interaksi Lestari. Proses produksinya melibatkan anak muda dan ibu rumah tangga, serta menggunakan bahan-bahan seperti minyak sereh wangi dan daun kelor yang aman bagi kulit dan lingkungan.

“Kami ingin menghadirkan produk yang tidak hanya bermanfaat bagi kulit, tetapi juga memperkuat ekonomi lokal dan menjaga alam,” kata Nedya Sinintha Maulaning dari Gampiri Interaksi Lestari.

2. Arcia Skincare: Kekuatan Alam Kalimantan Barat

Arcia menghadirkan produk skincare berbahan dasar alami dari Kalimantan Barat seperti minyak kemiri, lidah buaya, minyak kelapa murni, dan mentega dari biji tengkawang (Shorea spp.).

Menurut pendirinya, Yenni Angreni, produk Arcia tidak menggunakan bahan kimia sintetis, sehingga aman bagi tubuh dan lingkungan. Tak hanya itu, kemasannya juga dapat didaur ulang melalui bank sampah, dan produk-produk seperti sabun batang, sampo padat, serta kondisioner leave-on, membuatnya praktis dan hemat air.

“Kami ingin konsumen bisa merasakan manfaat alam tanpa merusaknya,” ujar Yenni.

3. Foresta Essential Oil: Aroma Hutan yang Lestari

Foresta menghadirkan produk minyak atsiri yang diekstraksi dari tanaman lokal seperti sereh wangi, nilam, dan palmarosa. Tanaman ini ditanam di kawasan hutan agroforestri oleh petani lokal, yang tidak hanya menanam tetapi juga menjaga keberlanjutan ekosistem hutan.

Produk Foresta telah mengantongi sertifikasi Wildlife Friendly, yang menjamin praktik produksinya tidak mengganggu habitat satwa liar dan keanekaragaman hayati. Foresta memproduksi minyak atsiri murni dan juga produk kecantikan berbasis aromaterapi.

“Kami ingin menciptakan produk yang menenangkan tubuh sekaligus menjaga alam,” jelas Eka Maulana Nugraha Putra dari Conservana.

4. Tenun Ikat Dayak Iban: Warisan Budaya Bernapas Alam

Tenun ikat dari Dayak Iban, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, bukan sekadar kain. Ia adalah bagian dari identitas dan cara hidup perempuan Iban. Mereka menenun bukan hanya untuk melestarikan budaya, tetapi juga untuk menopang ekonomi keluarga.

Kini, para penenun mengeksplorasi pewarna alami dari hutan seperti akar, kulit kayu, daun, bunga, hingga buah-buahan. Warna-warna baru seperti pink, hijau sage, hingga kuning mustard mulai mewarnai karya mereka, menggantikan dominasi warna klasik seperti merah bata dan hitam.

“Tenun menjadi jalan bagi perempuan muda untuk berkarya sekaligus menjaga hutan tempat mereka hidup,” kata Hardiyanti dari Mahakarya Tenun.

5. Tas Noken Papua: Simbol Budaya yang Menyala Kembali

Tas noken yang terbuat dari serat kulit kayu kini hadir dalam berbagai desain dan warna cerah tanpa meninggalkan esensi tradisionalnya. Produk dari brand Ki.Basic ini menunjukkan bahwa warisan budaya Papua bisa tampil modern dan fungsional.

Dibuat oleh para mama Papua, proses merajut noken memakan waktu hingga dua minggu. Tas ini awet, kuat, dan mudah dirawat, cukup dibersihkan dengan air dan dijemur

 “Kami memberi nama koleksi noken tradisional kami dengan sebutan asli orang Namblong: KBO, karena kami menghormati akar budaya itu,” ungkap Naomi Waisimon dari Ki.Basic.

6. Dompet Kulit Kayu dari Sigi: Inovasi Ramah Hutan

Inisiatif Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) di Sigi menghasilkan dompet dan tas dari kulit kayu pohon nunu atau ivo yang diambil secara lestari dari hutan adat Kulawi.

Proses pengolahannya dilakukan dengan teknik tradisional yang melibatkan perebusan, fermentasi, dan pemukulan menggunakan alat khas bernama ike. Bahan ini sebelumnya hanya digunakan dalam upacara adat, namun kini mulai diolah menjadi produk fashion yang fungsional dan bernilai ekonomi.

“Kami ingin generasi muda melihat kain kulit kayu sebagai sesuatu yang keren, bukan hanya sakral,” tutur Nedya.

Mengapa Produk Lokal Ini Layak Didukung?

1. Ramah Lingkungan: Bahan baku alami dan metode produksi berkelanjutan. 

2. Mendukung Ekonomi Lokal: Dikelola langsung oleh komunitas dan masyarakat adat.

3. Kaya Budaya: Produk-produk ini menyimpan filosofi dan tradisi leluhur.

4. Inovatif dan Fungsional: Desain modern tanpa meninggalkan nilai tradisi.

 

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Lifestyle Terbaru