Loading
Pemain Timnas Bola Basket 3x3 Putri Kimberley Pierre-Louis (kiri), Evelyn Fiyo (kedua kiri), Agustin Gradita Retong (kedua kanan), Made Ayu Sriartha Made Kusuma Dewi (kanan) berfoto merayakan kemenangan meraih emas SEA Games 2025 di Stadion Nimibutr, Bangkok, Kamis (11/12/2025). ANTARA/Aditya Ramadhan.
BANGKOK, ARAHKITA.COM — Fandi Andika Ramadhani menunduk lama di bangku tribun Stadion Nimibutr. Kedua telapak tangannya menutup wajah, seolah ingin meredam gelombang emosi yang terus menghantam. Dari kursi paling dekat dengan lapangan, pelatih timnas basket 3x3 putri Indonesia itu hanya bisa menunggu—dan percaya.
Di hadapannya, empat pemain Indonesia bertarung dalam laga yang rasanya jauh lebih panjang dari 10 menit waktu resmi pertandingan.
Peluit wasit memecah suasana. Sorak sorai penonton tuan rumah berubah menjadi tekanan nyata, terutama ketika Kimberley Pierre-Louis terlibat kontak keras dengan dua pemain Thailand. Sorakan bernada cemooh menggema, namun Kim tetap berdiri. Dita segera mendekat, memberi isyarat tenang. Indonesia tidak goyah.
Indonesia sempat memimpin cukup jauh di awal laga. Namun, dukungan publik tuan rumah perlahan mengangkat Thailand. Skor merapat, bahkan berbalik. Angka di papan skor berulang kali imbang—8-8, 9-9, 10-10, hingga 12-12. Kontak fisik kian keras. Emosi menguat. Tekanan menumpuk.
Di basket 3x3, pelatih tak boleh memberi instruksi langsung saat laga berjalan. Rama hanya bisa menatap, menyerahkan sepenuhnya nasib tim kepada empat pemainnya: Dewa Ayu Made Sriartha Kusuma Dewi, Agustin Gradita Elya Retong, Kimberley Pierre-Louis, dan Evelyn Fiyo.
Kepercayaan itu terbayar.
Sebuah blok keras Kim menggagalkan upaya Thailand. Indonesia kembali menguasai permainan dan unggul 18-13. Namun, laga belum selesai. Thailand bangkit lagi. Skor berubah menjadi 20-18, menyisakan sembilan detik terakhir.
Tembakan dua angka Thailand meleset. Bola rebound diamankan Ayu. Ia memeluk bola erat-erat, menunggu waktu habis. Detik terakhir bergulir. Operan terakhir dilepas ke Dita. Buzzer berbunyi.Selesai. Skor tak berubah. Indonesia menang 20–18.
Di dalam Stadion Nimibutr, Ayu melompat sambil berteriak ke udara. Penantian panjang itu akhirnya usai. Sepuluh menit paling melelahkan dalam hidup mereka berubah menjadi sejarah.
Indonesia resmi merebut medali emas basket 3x3 putri SEA Games 2025, langsung di hadapan publik Thailand. Ini adalah emas pertama Indonesia sejak nomor 3x3 putri dipertandingkan di ajang SEA Games.
Keempat pemain berbaju putih saling berpelukan di tengah lapangan. Dita, Ayu, Fiyo, dan Kim kembali menulis bab penting bagi basket putri Indonesia.
Di tribun, Rama tak lagi menahan air mata. Tangisnya pecah. Bahunya bergetar. Ia lalu bersujud syukur di bawah kursi yang didudukinya—sunyi, namun penuh makna.Bagi Rama, emas ini adalah jawaban dari perjalanan panjang. Di SEA Games 2019, timnya bahkan gagal menembus fase gugur. Pada 2021 dan 2023, Indonesia selalu terhenti di semifinal dan pulang dengan perunggu. Di Phnom Penh 2023, mereka nyaris—namun belum cukup.
Bangkok menjadi titik balik.
Menuju final, Indonesia tampil nyaris sempurna. Filipina ditaklukkan 21–15, Malaysia dilewati 19–10, Vietnam disingkirkan 20–18 di semifinal. Tak satu pun kemenangan diraih dengan mudah.
Final melawan Thailand adalah ujian terkeras: tekanan penonton, benturan fisik, dan emosi yang terus diuji.Ketika Indonesia Raya berkumandang, air mata kembali jatuh. Dita tak mampu menahannya. Kim, pemain naturalisasi, menyanyikan lagu kebangsaan dengan penuh penghayatan—seolah menegaskan hatinya telah sepenuhnya untuk Merah Putih.
Bagi Agustin Gradita Retong, emas ini lebih dari sekadar prestasi olahraga. Ia mempersembahkannya untuk masyarakat Indonesia, terutama mereka yang tengah menghadapi bencana.
“Semoga ini bisa jadi penghiburan,” ucapnya lirih.Ayu menyebutnya singkat namun penuh makna: “Ini sejarah,” dilaporkan Antara.
Namun ketika menyebut Sumatera dan para korban bencana, suaranya melembut. Tatapannya menunduk. Kemenangan ini dirayakan, tapi hatinya tetap tertambat pada Indonesia.
Emas ini bukan kisah tentang sensasi. Bukan tentang kontroversi. Bukan tentang gimmick. Ini tentang proses panjang, tentang kepercayaan, tentang kerja kolektif tanpa saling menonjolkan diri.
Dua tahun lalu, nama-nama ini mencetak sejarah di basket 5 on 5. Kini, di Bangkok, mereka kembali mengukir sejarah di nomor 3x3 putri.Mereka melakukannya dengan kerja keras. Dengan disiplin. Dan dengan hati yang setulus emas itu sendiri.