Loading
Koordinator TPDI dan Advokat Peradi, Petrus Selestinus, SH. (Istimewa)
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Perkembangan perselisihan partai politik di tubuh Partai Hanura, mestinya tidak menimbulkan kisruh yang mengganggu proses pencalegan bagi bacaleg Partai Hanura, jika semua pihak mengikuti aturan UU dan proses hukum yang sedang berlangsung di Pengadilan PTUN Jakarta.
Kisruh Partai Hanura semakin melebar ketika Menko Polhukam Wiranto yang juga selaku Ketua Dewan Pembina Partai Hanura secara terbuka menggunakan jabatan Menko Polhukam mengintervensi independensi KPU, Menkum HAM RI bahkan diduga intervesi itu hingga ke Peradilan TUN atas nama rapat-rapat Meko Polhukam atas nama dan demi pengamanan pilkada 2018 dan Pemilu 2019.
Menurut Koordinator TPDI yang juga anggota Peradi, Petrus Selestinus, SH, Presiden Jokowi bisa saja mengevaluasi kinerja Wiranto, kalau perlu mencopot jabatan Wiranto dari Menkpol Hukam jika jabatannya itu disalahgunakan untuk kepentingan politik praktis dan untuk tujuan pragmatis.
UU Partai Politik menurut Petrus sudah mengantisipasi kepengurusan Partai Politik yang mana yang berhak menandatangani semua dokumen administrasi dan hukum Parpol manakala terjadi perselisihan Partai Politik belum terselesaikan baik di Mahkamah Partai Politik maupun di Badan Peradilan Umum/PTUN.
Dalam kasus Hanura kata Petrus, Menkum HAM RI dan KPU sepakat bahwa terkait perselisihan Partai Poltik di Hanura maka yang berhak mewakili Hanura adalah Dr Oesman Sapta, Ketua Umum dan Herry Lontung Siregar, Sekretaris Jenderal sebagai Pengurus yang mendapat SK. Kepengurusan dan yang terakhir terdaftar di Menkum HAM RI pada tanggal 17 Januari 2018.
Petrus lebih lanjut mengatakan akhir-akhir ini baik Menteri Hukum dan HAM RI maupun KPU RI mendadak berubah sikap, karena dalam waktu yang bersamaan keduanya kembali memberlakukan kepengurusan DPP.
"Partai Hanura pada SK. Kepengurusan lama tanggal 12 Oktober 2017 yang Ketua Umumnya Dr. Oesman Sapta dan Sekretaris Jenderalnya, Sarifuddin Sudding, yang nyata-nyata sudah dibatalkan oleh SK Menkum HAM RI tanggal 17 Januari 2018,"tandas Petrus.
Artinya kata Petrus, SK Menkum HAM tanggal 17 Januari 2018, bukan saja mengesahkan Osman Sapta sebagai Ketua Umum dan Herry Lontug Siregar sebagai Sekjen DPP. Partai HANURA, tetapi sekaligus membatalkan SK. Menkum HAM RI tanggal 12 Oktober 2017, yang saat ini menjadi obyek sengketa di PTUN Jakarta.
Petrus mengatakan adanya keanehan yakni di saat perselisihan partai politik dalam tubuh Partai Hanura belum selesai dan KPU secara tegas di dalam Sipol mengakui kepengurusan DPP. Partai Hanura yang sah adalah yang diketuai oleh Dr. Oesman Sapta dan Herry Lontung Siregar, tiba-tiba saja pada tanggal 2 Juli 2018 KPU merubah pendiriannya dengan memberlakukan kepengurusan DPP. "
Partai Hanura yang sudah dibatalkan dan menjadi obyek sengketa yaitu kepengurusan atas nama Dr. Oesman Sapta dan Sarifuddin Sudding, seolah-olah sengketa sudah selesai dan berkekuatan hukum tetap,"ungkap Petrus.
Belakangan diketahui bahwa kisruh partai Hanura semakin mengancam eksistensi Partai Hanura sebagai peserta pemilu 2019 oleh karena adanya intervensi dari Wiranto selaku Menko Polhukam dan Ketua Dewan Pembina Partai Hanura secara tumpang tindih dalam urusan Partai Politik dan Independensi KPU RI yang seharusnya wajib dia jaga dan hormati independensinya.