Loading
Pemerhati Sosial, Budaya dan HAM, Direktur Harmoni Institut, Simply Yuvenalis. (Foto: Istimewa)
Oleh: Simply Yuvenalis
TRADISI Mudik-pulang kampung sangat erat hubungannya dengan adanya tradisi merantau atau meninggalkan kampung halaman dalam waktu tertentu untuk bekerja mencari nafkah. Tradisi ini terjadi di masyarakat pulau Jawa, lalu kemudian menjadi tradisi banyak masyarakat perantau lainnya selain orang di pulau Jawa.
Perpindahan masyarakat untuk waktu lama bahkan secara berkelanjutan dikenal dengan program transmigrasi yang dilakukan pemerintah. Sedangkan Mudik, adalah perpindahan untuk waktu terbatas, dari tempat asal ke daerah lain, umumnya ke perkotaan, adalah inisiatif mandiri untuk mencari pekerjaan, demi mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Sebuah perjuangan demi mendapatkan uang untuk kesejahteraan sosial ekonomi keluarga. Laki-laki maupun perempuan, rela tinggalkan keluarga, rumah dan kampung halaman, untuk pergi mendapatkan pekerjaan di daerah lain. Ada yang membuka usaha mandiri seperti warung Tegal alias warteg, jualan bakso, gerobak dorong jualan baso, soto ayam dan jajanan. Ada yang jadi kuli bangunan dan proyek lainnya, atau bekerja di pabrik, menjadi pembantu rumah tangga, tukang kuli cuci gosok pakaian, baby sisters, serta pelayan jasa lainnya.
Seperti yang banyak dijumpai di Jakarta, mereka berjuang mengirit dengan makan minum seadanya, tinggal di tempat kerja atau barak sementara, kost bersama dekat tempat kerja, asal bisa tidur, bahkan ada yang tidur di emperan dan kolong jembatan. Secara rutin, hasil kerjanya mereka mengirim ke kampung; ada yang bergilir dititip melalui temannya yang pulang akhir Minggu, ada yang sekarang menggunakan jasa perbankan atau pengiriman online lainnya. Mereka yang sudah tahu peluang kerja, sering mengajak keluarga atau teman sekampung untuk datang bergabung. Dengan demikian, ada semacam jaringan rekruitmen melalui sistem kekerabatan dan jaminan personal.
Perayaan SosialKebiasaan mudik, justru menjadi sebuah 'perayaan sosial' karena sering dilakukan dalam kaitannya dengan hari raya Idhul Fitri atau Lebaran, sehubungan dengan mayoritas masyarakat di Pulau Jawa-Madura adalah umat Muslim. Kesempatan pulang kampung pada hari raya, menjadi sebuah kerinduan untuk berkumpul dengan keluarga (suami/istri dan anak), serta orangtua dan sanak famili. Yang mudik ingin merayakan eksistensi sosialnya, bahwa saya masih ada, saya pergi berjuang cari nafkah dan sekarang bisa pulang di tengah keluarga untuk membuktikan tanggungjawab ku bagi keluarga, dan baktiku kepada orangtua. Saya yang merantau, sekarang bisa pulang membawa rezeki dan membawa diri sehat. Mudik adalah pernyataan kehadiran diri, dengan merayakan Lebaran di tengah keluarga, di rumah dan kampung halaman. Atribut pakaian, sajian makan minum, dan material lain menjadi pendukung untuk perayaan sosial ini. Saya yang merantau, sekarang masih ada, bisa pulang dan hadir bersilahturahim di tengah keluarga serta sanak famili pada hari raya Lebaran.
Perayaan KulturSejalan dengan perayaan sosial tersebut, secara tradisi budaya, ada sebuah kerinduan menyatakan bhakti dan terimakasih kepada orangtua dengan melakukan silahturahim pada hari raya Lebaran. Pulang kampung untuk menyampaikan sujud bhakti, ungkapan syukur terima kasih sekeluarg kepada orangtua dan sanak famili, serta nyekar ke para leluhurnya. Menjelang hari raya, bisa membawa kembang ke makam keluarga dan leluhur, untuk menyampaikan doa, adalah sebuah kerinduan bathin dan panggilan nurani yang sudah diwariskan secara budaya. Harapannya, bahwa dengan melakukan silahturahim dan nyekar tersebut, maka akan mendapat berkah dan dukungan moril demi perjuangan hidup selanjutnya.
Perayaan SpiritualMudik pada hari raya Idhul Fitri merupakan sebuah doa syukur, yang diyakini sungguh lengkap ketika berada di tengah keluarga, orangtua dan sanak famili. "Ya Allah, di tengah keluarga ini saya beribadah, melalui orangtua saya berbakti, bersama mereka semua saya sujud syukur kepadaMu, merayakan hari kemenangan setelah menjalankan ibadah Puasa, menahan lapar dan haus. Syukur Alhamdulillah ya Allah, Maha Pengasih dan Maha Penyayang". Demikian sharing beberapa teman asal Jawa, yang menjawab pertanyaan tentang makna pentingnya mudik bagi diri mereka masing-masing. Mudik adalah sebuah bagian dari 'doa Syukur' kepada Allah.
Dengan mengetahui arti mudik bagi saudara sahabat yang menjalankannya, maka keadaan tahun ini, karena pandemi COVID-19, yang melarang tidak mudik, tentunya sebuah pengalaman yang tidak menyenangkan. Dengan pemahaman di atas, maka kiranya sedikit bisa dipahami mengapa banyak sekali mereka yang memaksa pulang kampung-mudik, meskipun dihalangi petugas sesuai aturan pemerintah dalam konteks pencegahan pandemi COVID-19. Berbagai cara diupayakan mereka, meskipun melanggar aturan, agar bisa mudik. Sungguh bisa dipahami karena ada alasan sosial, kultur dan spiritual tersebut. Ketika diketahui alasannya mudik, maka akan dipahami juga mengapa sangat banyak masyarakat yang memaksa diri mudik, padahal tahu adanya larangan.
Ternyata, mudik bukan sekedar perpindahan fisik dan rekreasi pulang ke kampung. Ada makna dan nilai yang jauh lebih luas dan dalam, sekaligus sudah menjadi bagian kehidupan sosial, budaya dan spiritual bagi masyarakat di pulau Jawa - Madura, maupun sebagian wilayah lain di Indonesia. Semoga pengalaman force major tahun ini, karena pandemi COVID-19, yang melarang mudik, bisa dihadapi dengan lapang dan memberi hikmah baru, karena tidak ada yang berniat jahat melarang mudik.
Larangan mudik adalah melulu dan hanya demi keselamatan kehidupan segenap warga negara, dalam menghadapi bencana wabah virus Corona. Ada solusi alternatif kecil, yakni bersilahturahim melalui media komunikasi, meskipun sangat jauh dari harapan, dibandingkan ketika bisa secara pribadi langsung berjumpah dengan keluarga, orangtua, sanak famili dan handai taulan di kampung halaman pada Hari Raya Idhul Fitri.
Selamat merayakan Idhul Fitri, Marhaban ya Ramadhan, untuk semua saudara muslimin dan muslimah. Mohon maaf lahir bathin. Amin ya Rabbal Allamin.
Simply Yuvenalis, Pemerhati Sosial, Budaya dan HAM, Direktur Harmoni Institut.