Loading
DR Salman Habeahan. (Foto: Istimewa)
Oleh: Dr. Salman Habeahan.
KETUA Umum Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) Gomar Gultom mengaku heran dengan pemberhentian sejumlah pegawai KPK karena tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) padahal berprestasi. Dan pernyataan tersebut disampaikan Gomar Gultom sesuai menggelar pertemuan dengan perwakilan 75 Pegawai KPK yang tidak lolos TWK. “Ke-75 orang ini cukup kuat indikasi yang menunjukkan merupakan target”, katanya, Jumat 28 Mei 2021.
Pdt. Gomar menyayangkan TWK yang semestinya dipakai untuk meningkatkan wawasan kebangsaan justru dipakai untuk menyingkirkan pegawai-pegawai KPK yang berintegritas. Pdt. Gomar mengaku menerima informasi kinerja beberapa pegawai yang tidak lolos TWK mendapat nilai A dalam tiga tahun terakhir. Bahkan tiga diantara mereka sedang menangani kasus-kasus besar.
Ketua PGI Pdt. Gomar meminta seluruh proses pemberhentian dibuka secara transpran, tidak boleh ditutup tutupi hanya dalam lingkungan KPK dan Badan Kepegawaian Negara supaya terang benderang dan dibuka secara jujur”, ujarnya. Dan pernyataan Gomar sambil mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo mengenai arahan bahwa TWK tidak boleh digunakan memberhentikan pegawai, mempertanyakan: “siapa sebetulnya kepala Negara sekarang di negeri ini” dapat memberikan tafsir ganda secara politik. Persoalan pemberhentian pegawai KPK yang tidak lulus test Wawasan Kebangsaan seharusnya tidak diframming secara politik apalagi melibatkan lembaga keagamaan seperti PGI.
Pernyataan Ketua PGI Pdt. Gomar Gultom bahwa test Wawasan Kebangsaan justru dipakai untuk menyingkirkan pegawai-pegawai KPK yang berintegritas seharus dilandasi oleh sebuah data, informasi yang validitasnya dapat terukur dan teruji melalui sebuah penelitian terhadap perilaku pegawai KPK. Apakah kasus adanya pencurian barang bukti yang diduga dilakukan oleh pegawai KPK bukan merupakan indikasi bahwa tidak semua pegawai KPK memiliki integritas yang tinggi ? Sikap Lembaga keagamaan memang diharapkan public bersuara kritis (kenabian) walau sebaiknya tidak terkesan berpihak kepada kelompok tertentu. Apakah pemberhentian 51 pegawai KPK yang tidak lulus Test Wawasan Kebangsaan dari 1.351 orang penyidik/pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi benar-benar akan melemahkan lembaga KPK?
Baca juga:
KPK Periksa Zulkifli HasanMengapa penyidik KPK yang menurut penilaian sekelompok orang dianggap berintegritas dan berkinerja tinggi tidak lulus Test Wawasan Kebangsaan. Apakah pegawai KPK yang berintegritas deficit wawasan kebangsaan ?
Menjadi ASN: Amanat Undang-undang
Undang undang No. 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mendudukkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai satu kesatuan aparatur lembaga pemerintahan yang bersama-sama dengan kepolisian dan/atau kejaksaan melakukan upaya terpadu dan terstruktur dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Dan posisi pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi disebut sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan (UU Nomor 19 Tahun 2019, Pasal 1).
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2020 Pasal 2; tentang pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara dilakukan dengan beberapa syarat dan nilai dasar sebagai ASN antara lain: setia dan taat pada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pemerintah yang sah. Dan memiliki integritas dan moralitas yang baik, serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa (Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004, Pasal 4 ; nilai dasar ASN, dan Psl. 23, Kewajiban Pegawai ASN).
Wawasan Kebangsaan yang tampak dalam pemahaman dan penghayatan terhadap Pancasila, UUD 1945, NKRI dan pemerintah merupakan nilai dasar yang harus dimiliki oleh pegawai KPK jika ingin beralih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Artinya, pegawai KPK sesuai dengan aturan perundang-undangan jika ingin menjadi ASN harus lulus Test Wawasan Kebangsaan.
Pegawai KPK yang selama ini dinilai sekelompok orang berintegritas dan berkinerja tinggi,tetapi menurut penilaian Tim Penilai yang terdiri dari: Badan Kepegawaian Nasional (BKN) yang bertanggungjawab melaksanakan fungsi dan Tugas pembinaan penyelenggaraan manajemen ASN, mengendalikan seleksi calon pegawai ASN dibantu oleh Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), BAIS TNI, dan Dinas Piskologi Angkatan Darat, 75 peserta tidak memenuhi syarat menjadi ASN karena tidak lulus Test Wawasan Kebangsaan. Pertanyaan yang muncul dari kalangan masyarakat professional pegiat anti-korupsi; apakah penilaian sekelompok masyarakat bagi penyidik KPK yang katanya memiliki integritas dan kinerja tinggi keliru ? Apakah Nilai Integritas bertentangan dengan Vs Wawasan Kebangsaan ?
Integritas
Integritas merujuk pada kesatuan dan keselarasan antara nilai dan tingkah laku seseorang (Pellegrino: 1990; Roberts: 1994 dan Musschenga: 2001).Nilai yang dimaksud adalah nilai-nilai yang sudah teruji, dan memang diakui kebenaran serta kebaikannya seperti; nilai-nilai dasar Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.Integritas adalah keteguhan sikap seorang Aparatur Sipil Negara dalam mempertahankan prinsip dan etika profesionalisme, menjaga loyalitas dalam pelaksanaan tugas, dan mampu memberikan pertanggungjawaban yang dilandasi kejujuran dan keadilan.
Integritas, menurut Henry Cloud (2007), lebih dari sekadar kejujuran, karena integritas mencakup keadilan dan tanggung jawab sekaligus. Integritas adalah berlaku jujur dan konsisten, serta berpegang teguh pada prinsip kebenaran untuk menjalankan apa yang dikatakan secara bertanggung jawab. Integritas dari kata “integrity”, berarti “soundness of moral principle and character honesty”. Dengan perkataan lain, mereka yang memiliki integritas, lazimnya memiliki hati nurani yang bersih, mempunyai prinsip moral yang tangguh, adil serta jujur, dan tidak takut kepada siapapun, kecuali kepada Tuhan. Nilai integritas mencakup masalah etika dan spiritualitas, mengedepankan nilai keteladanan dan nilai kejujuran yang tercermin dalam berbicara, bersikap dan berperilaku bagi seseorang.
Integritas kerja bagi seorang ASN adalah bertindak konsisten sesuai kebijakan dan kode etik instansi, memiliki pemahaman dan keinginan untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan dan etika tersebut, dan bertindak secara konsisten walaupun sulit dilakukan.Konsisten antara pikiran, perkataan dan perbuatan yang dilandasi oleh suara hati dan keyakinan akan kebenaran yang hakiki dalam melaksanakan tugas, tanpa terselip dalam hatinya untuk melakukan manuver politik, melawan kebijakan pemerintah.apalgi untuk berbuat jahat atau buruk yang dapat merugikan dan meronrong ideology bangsanya.
Seorang ASN dituntut integritas yang tercermin dalam sikap mematuhi kebijakan dan peraturan yang berlaku(obidiens), termasuk pedoman atau keputusan yang disiapkan oleh institusi atau organisasi pemerintah. Partai politik yang tidak setuju terhadap aturan ASN yang dilarang oleh Pemerintah untuk tidak berafiliasi atau mendukung ormas terlarang (Surat Edaran Bersama Menteri PAN-RB dan Kepala BKN No. 02/SE/I/2021) merupakan sikap politik yang tidak mencerminkan keberpihakan kepada kepentingan nasional dan menodai netralitas ASN, tidak sejalan dengan agenda politik pemerintahyakni kesetiaan terhadap ideologi negara, Pancasila, berlandaskan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika.
Wawasan Kebangsaan
Setiap insan Aparatur Sipil Negara (ASN) sebelum menjadi ASN harus mengikuti Test Wawasan Kebangsaan (TWK) dan tes kompetensi lainnya sebagaimana dimanatkan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2004.Kesetiaan dan ketaatan pada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan pemerintah, memiliki integritas dan moralitas yang baik dan persyaratan lainnya dituntut dari seorang ASN. Wawasan kebangsaan menjadi modal social, jaringan-jaringan konektivitas dan inklusivitas sosial yang mampu menyatukan keragaman kepingan-kepingan kepentingan pribadi dan kelompok ke dalam suatu komunitas persaudaraan bersama, yang menjadi tumpuan rasa saling percaya (mutual trust), menjadi kekuatan kolektif yang kohesif, konektivitas dan inklusivitas ini harus diikat oleh kesamaan basis moralitas (Pancasila), hared values sesama anak bangsa (Yudi Latif, 2019).
“Tidak ada bangsa yang dapat mencapai kebesaran jika bangsa itu tidak percaya kepada sesuatu, dan jika sesuatu yang dipercayainya itu tidak memiliki dimensi-dimensi moral guna menopang peradaban besar”, (John Gardner, 1992).Pancasila sebagai dasar ontologisnya adalah kehendak mencari titik temu dalam menghadirkan kemasalahatan-kebahagiaan bersama dalam suatu masyarakat bangsa yang majemuk.Wawasan kebangsaan menjadi roh yang mengikat bersama anak-anak bangsa terlebih-lebih Aparatus Sipil Negara sebagai pelayan dan perekat bangsa.
Menguatnya gejala polarisasi dan fragmentasi sosial baik berbasis identitas keagamaan, kesukuan, golongan dan kelas-kelas sosial; masih menguatnya politisasi identitas baik berdasarkan suku, ras maupun agama, dan masih lemahnya budaya kewargaan menjadi sangat penting dan strategis peningkatan wawasan kebangsaan melalui institusionalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kelembagaan sosial politik, ekonomi dan budaya; dan konsistensi menjadikan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum dalam pembentukan peraturan perundang-undangan (Yudi Latif, 2020).
Moralitas publik sebagaimana ditegaskan Jonathan Haidt (2012), memiliki enam nilai-nilai inti moral public: pertama, peduli terhadap bahaya yang mengancam keselamatan bersama (care), kedua, rasa keadilan dan kepantasan (fairness), ketiga, kebebasan dengan menjunjung tinggi hak-hak dasar manusia (liberty), keempat, kesetiaan pada institusi, tradisi dan konsensus bersama (loayality), kelima, respek terhadap otoritas yang disepakati bersama (Outhority) dan keenam, menghormati nilai-nilai yang dipandang paling “suci” (Sancity) dapat menjadi nilai bersama dalam melaksanakan transformasi social berbasis Pancasila bagi masyarakat Indonesia yang majemuk, khususnya para pegawai yang mau menjadi ASN.
Integritas, dan wawasan kebangsaan dua syarat minimal yang harus dimiliki insan KPK. Dan lembaga KPK sebagai bagian dari lembaga pemerintahan harus dikembalikan kepada fungsinya pada pemberantasan korupsi yang setia pada dasar Negara, nilai-nilai moralitas public. Pemberhentian 51 pegawai KPK yang tidak memenuhi persyaratan menjadi ASN karena tidak lulus test Wawasan Kebangsaan diharapkan tidak akan menurunkan kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi.
Dr. Salman Habeahan, S.Ag.MM, Pembimas Katolik Kanwil Kementerian Agama Propinsi DKI Jakarta, dosen Pascasarjana Universitas Budi Luhur Jakarta, anggota Dewan Pakar Gerakan Pembumian Pancasila. Hp. 087878623347.