Loading
Hari Jumat Agung adalah hari di mana kita harus merenungkan kembali penebusan Yesus. (Istimewa)
Oleh: Jack Gobang
HARI JUMAT AGUNG adalah salah satu hari dalam satu tahun kalender yang dicatat sebagai salah satu hari raya penting dalam kalender gerejawi. Hari raya penting itu berkaitan dengan kematian Yesus di kayu salib untuk menanggung hukuman atas dosa dan kejahatan manusia. Lantas, Apa makna Jumat Agung bagi umat Nasrani?.
Umat Kristiani diajak kembali untuk hidup dalam ajaran Yesus, seperti kejujuran, sederhana, dan peduli kepada sesama. Yang harus dimaknai umat Kristen saat merayakan Jumat Agung, yaitu Yesus telah menjadi korban suatu peristiwa kekerasan, tapi pengorbanannya itulah yang justru menguntungkan umat manusia.
Manusia sebagai mahluk sosial harus menghayati Jumat Agung dengan tidak menciptakan penderitaan atau kekerasaan terhadap sesama. Sebaliknya, kita harus lebih peka terhadap penderitaan orang lain. Setiap kali merayakan Jumat Agung, umat Kristiani dihadapkan pada keheningan. Menatap Yesus yang tergantung di kayu salib. Hari Jumat Agung adalah hari di mana kita harus merenungkan kembali penebusan Yesus. Jumat Agung juga kita merenungkan hari penyelamatan umat manusia. Di saat orang-orang menghujat, menghakimi, dan membunuh Yesus, ternyata masih ada harapan. Harapan menerima penebusan.
Sebelum menghembuskan napas terakhir, Yesus menjawab orang yang mengenali dirinya, “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai raja”. Di salib itulah umat manusia menerima penebusan. Di salib itulah, kita disembuhkan oleh luka-luka Yesus.
Mungkinkah umat Kristiani hidup tanpa salib? Rasanya tidak. Sebagai umat yang mengimani Yesus, kita harus meyakini bahwa salib itu mungkin tantangan hidup, rasa tidak diterima oleh orang lain, disalahpahami, disingkirkan, dikhianati, ditolak, dianggap sepele, dicaci maki, dihina, dipermalukan, dan lain-lain.
Dalam cahaya salib Yesus, kita ingin melihat salib kita sendiri. Hanya ketika kita menerima salib itu, Yesus akan mengubah salib kita menjadi salib penebusan. Salib yang membawa kita pada pengalaman yang membahagiakan. Hanya dengan itu, hati kita bisa menjadi sebuah bait Allah, jiwa kita sebuah altar, serta pikiran dan perasaan kita menyatu dalam belas kasih Allah. Salib bukanlah akhir dari segalanya.
Baca juga:
Kematian Yesus Menghidupkan Umat ManusiaMelalui salib kita harus optimis menoleh ke depan. Masih ada pengampunan dan masa depan yang lebih baik dan penuh kepastian.
Peristiwa kematian Tuhan Yesus merupakan hal terpenting dalam kekristenan, karena kematian-Nya sebagai jaminan pengampunan dosa-dosa kita. Yesus mengampuni justru pada saat Ia sedang menderita sengsara tergantung di atas salib. Di saat penderitaan itulah justru Yesus berkata “Bapa ampunilah mereka.”
Ia minta Bapa mengampuni orang-orang yang menganiaya-Nya. Yesus mengampuni justru di saat Ia paling dikecewakan, karena sekarang Ia tidak sedang berada di antara murid-murid-Nya tetapi ada di antara para penjahat. Sementara orang-orang yang dekat dengan Dia bahkan yang pernah ditolong-Nya telah menyangkali dan meninggalkan-Nya.
Pengampunan itu harus lahir dari hati yang tulus dan menyadari bahwa sebagai manusia kita memiliki keterbatasan. Yesus sadar manusia itu sifatnya sangat terbatas. Itulah sebabnya Allah menempatkan kita orang percaya di tengah dunia ini supaya kita dapat jadi berkat dan teladan hidup yang benar.
Yesus mengajarkan kita bahwa satu-satunya jalan untuk pembebasan dari musuh adalah dengan mencintai musuh, berbuat baik kepada orang-orang yang membenci, dan berdoa bagi mereka yang memberikan perlakuan buruk. Hukuman salib yang dijalani Yesus merupakan cermin dari gerakan antikekerasan.
Salib adalah risiko yang harus ditanggung Yesus demi membela rakyat yang tertindas. Sikap Yesus yang menerima semua siksaan sebelum wafatnya di kayu salib merupakan bentuk perlawanan yang memutuskan siklus kekerasan dan membawa pesan perdamaian.
Melalui peristiwa Jumat Agung kita diajak untuk tetap memelihara sikap optimisme. Yesus yang tersalib itu memberi pesan khusus kepada semua umat Kristen. Perjalanan umat Kristen dalam mengarungi bahtera kehidupan ini bukanlah tanpa tujuan. Bukan pula berakhir dengan penderitaan. Penderitaan bukanlah kata akhir, tetapi adalah optimisme.
Optimiesme adalah dari harapan baru. Ada harapan yang cerah dan dicerahkan oleh iman keparcayaan kepada Yesus. Dengan demikian, hari Jumat Agung yang yang kita rayakan harus diartikan membangkitkan semangat membangun interaksi dan kebersamaan antarmanusia. Semangat Jumat Agung itu mengganti pesimisme dengan semangat baru.