Loading
Sukarma memberdayakan masyarakat sekitar dalam produksi gula lontar. (Foto: MajalahTrubus/Dok. Sukarma)
GULA LONTAR, asal Karangasem, Bali, bukan hanya menjadi alternatif pemanis alami yang sehat, tapi juga membuka peluang usaha menjanjikan di desa. I Komang Sukarma, seorang sarjana yang kembali ke desa kelahirannya di Tianyar Barat, sukses mengembangkan bisnis gula lontar hingga menghasilkan omzet puluhan juta rupiah per bulan.
Cinta Desa Jadi Kunci Sukses Bisnis Gula Lontar
Kisah sukses Sukarma dimulai dari tekad untuk berkontribusi langsung pada desa asalnya. Desa Tianyar Barat berada di Kecamatan Kubu, Karangasem—wilayah yang dikenal sebagai sentra pohon lontar terbesar di Bali. Melihat potensi ini, Sukarma memilih membangun usaha berbasis kearifan lokal dengan memproduksi gula lontar organik.
“Saya mencintai kampung saya. Ada kepuasan tersendiri saat saya bisa menerapkan ilmu dan memberi manfaat langsung kepada masyarakat sekitar,” ujarnya.
Libatkan Puluhan Petani Lokal
Dalam proses produksinya, Sukarma menggandeng 41 warga lokal sebagai mitra. Ia secara khusus memilih petani yang bersedia menerapkan metode organik demi menjaga kualitas produk. Setiap bulan, mereka memproduksi 500 hingga 1.000 kilogram gula lontar dari nira pohon lontar (Borassus flabellifer).
Produk gula lontar yang dihasilkan hadir dalam dua bentuk utama: kristal dan serbuk, dengan komposisi seimbang 50:50. Produk-produk ini dipasarkan ke berbagai daerah di Indonesia, seperti Bali, Yogyakarta, dan Jakarta.
Strategi Pasar: Gabungkan B2B dan B2C
Gula lontar yang dipasarkan dengan merek Tarunira menyasar dua segmen pasar utama: business-to-business (B2B) dan business-to-consumer (B2C). Untuk segmen B2B, Sukarma bekerja sama dengan restoran dan kafe yang membutuhkan bahan baku sehat dan alami. Sedangkan untuk segmen B2C, produk dipasarkan melalui toko ritel premium, e-commerce, hingga penjualan langsung ke konsumen.
Kemasan produk disesuaikan dengan target pasar. Untuk konsumen langsung, gula lontar dikemas dalam stoples kaca (150 gram seharga Rp38.000, 250 gram Rp53.000, dan 350 gram Rp59.000), standing pouch 250 gram (Rp34.900), serta container box 500 gram (Rp55.000). Sementara untuk keperluan bisnis, disediakan kemasan besar 1–5 kg dengan harga Rp67.000 per kilogram.
Target Ekspor dan Keunggulan Gula Lontar
Tak hanya fokus di pasar lokal, Sukarma juga membidik pasar ekspor. Meski hingga saat ini permintaan dari luar negeri belum bisa dipenuhi sepenuhnya karena keterbatasan produksi, ia optimistis bisa menembus pasar global dalam waktu dekat.
Menurutnya, potensi gula lontar sangat besar, terutama karena indeks glikemiknya yang rendah dibandingkan jenis gula lain. Hal ini membuat gula lontar cocok bagi konsumen yang peduli kesehatan, termasuk penderita diabetes.
“Ceruk pasar masih terbuka lebar. Ini peluang besar, karena gula lontar merupakan pemanis alami yang sehat dan ramah lingkungan,” kata Sukarma dilansir trubus.id.