Selasa, 30 Desember 2025

Jasril, Pendekar Pasar dari Minangkabau: 35 Tahun Berjuang untuk Pedagang Kota Tangerang


 Jasril, Pendekar Pasar dari Minangkabau: 35 Tahun Berjuang untuk Pedagang Kota Tangerang Jasril, Pendekar Pasar dari Minangkabau: 35 Tahun Berjuang untuk Pedagang Kota Tangerang. (Foto: Istimewa)

DI TENGAH hiruk pikuk Kota Tangerang, nama Jasril dikenal luas di kalangan pedagang pasar. Bagi mereka, pria kelahiran Padang Pariaman, 10 Agustus 1968 ini bukan sekadar pengelola atau koordinator pasar—ia adalah pendekar para pedagang, seorang pejuang yang separuh hidupnya diabdikan untuk memperjuangkan nasib ekonomi rakyat kecil.

Dari Ranah Minang ke Kota Tangerang

Sebagai anak kedua dari lima bersaudara, Jasril tumbuh dengan nilai-nilai kuat khas Minangkabau: kerja keras, kesetiaan, dan pantang menyerah. Latar pendidikannya sederhana—lulusan SD hingga SMA Negeri 1 Situjuh Batur di Padang—namun semangat juangnya membawa langkahnya jauh hingga ke kota perantauan, Tangerang.

Di kota inilah perjalanan panjangnya dimulai. Sejak tahun 1989, Jasril meniti karier dari bawah sebagai Asisten Manajer di PT Sabar Subur, lalu berganti peran di berbagai perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan pasar dan perdagangan. Dari PT Matahari Putra Prima hingga PT Delima City Mall, setiap jabatan yang diembannya selalu berkaitan dengan satu hal: pasar dan pedagang.

Dedikasi untuk Pedagang

Lebih dari tiga puluh lima tahun, Jasril hidup bersama denyut nadi pasar tradisional. Ia memahami keluh kesah para pedagang yang berjuang dari subuh hingga malam hari. Tak jarang, ia menjadi jembatan antara kebijakan pengelola dan kebutuhan pedagang, memperjuangkan agar suara mereka tidak tenggelam di balik hiruk-pikuk pembangunan kota.

Karena komitmen dan ketulusannya itulah, masyarakat dan pemerintah daerah menjulukinya “Pendekar Pedagang dari Minangkabau.” Julukan itu bukan tanpa alasan. Jasril dikenal selalu turun langsung ke lapangan, membantu pedagang kecil, hingga menghidupkan kembali pasar-pasar yang sempat mati suri.

Filosofi Hidup dari Ranah Minang

Ketika ditanya mengapa begitu setia pada dunia pasar, Jasril menjawab singkat: “Ini sudah panggilan hati. Saya lahir dan hidup untuk memperjuangkan pedagang.”

Prinsip itu berpijak pada pepatah Minangkabau yang selalu ia pegang teguh: “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.”

Bagi Jasril, hidup di tanah rantau berarti harus mampu beradaptasi dengan masyarakat setempat, menghormati adat, serta menjaga tutur kata. Ia juga meneladani falsafah Minang lainnya: “Berjalan peliharo kaki, mangecek peliharo lidah.”

Artinya, dalam setiap langkah dan ucapan, manusia harus berhati-hati agar tidak menyinggung perasaan orang lain.Dan satu lagi pegangan hidup yang menjadi semangatnya: “Indak kayu, tangga pun dibelah.”Yang berarti, dalam berusaha, jangan mudah menyerah — gunakan segala daya upaya, sekecil apa pun itu, untuk terus maju.

Perjalanan Organisasi dan Politik

Selain aktif di dunia pasar, Jasril juga memimpin berbagai organisasi pedagang. Ia pernah menjabat Ketua DPD APKLI Kota Tangerang (2003–2008) dan Ketua DPD ASPEK Tangerang Selatan (2012–2019). Ia juga memimpin Koperasi Pedagang MBA (2020–2024) dan kini menjadi Koordinator Pedagang Mall Shinta (2024–sekarang).

Di luar itu, Jasril aktif dalam berbagai paguyuban Minang seperti IKM, IKSB, IKSB Nusantara, dan Forum Komunikasi Minangkabau Bersatu (FKMB).

Jejaringnya yang luas membuatnya dikenal tak hanya di Tangerang, tapi juga di kalangan perantau Minang di seluruh Indonesia.

Dalam bidang politik, Jasril kini berkiprah di Partai Hanura. Ia menjadikan pedagang sebagai basis massa perjuangannya. Pada Pileg Februari lalu, ia meraih 11.105 suara murni, tanpa politik uang. “Hanya uang kopi untuk para penggerak lapangan,” ujarnya sambil tersenyum.

Hidup untuk Berjuang

Bagi Jasril, waktu adalah sesuatu yang tak boleh disia-siakan. Ia mengutip pepatah Minang yang menjadi pegangan hidupnya: “Duduak marauik ranjau, lagak maninjau jarak.”Yang berarti: di mana pun berada, gunakan waktu sebaik-baiknya untuk berbuat kebaikan dan menebar manfaat.

Kini, di usia yang memasuki setengah abad lebih, Jasril tetap aktif turun ke pasar, menyapa para pedagang, mendengar keluhan mereka, dan mencari solusi bersama. Ia percaya, perjuangan sesungguhnya bukan soal jabatan atau kekuasaan, melainkan tentang kebermanfaatan bagi sesama.

“Selama masih ada pedagang kecil yang butuh suara, saya akan terus di sini,” ujarnya mantap.

Kisah hidup Jasril bukan sekadar perjalanan seorang pengelola pasar, tetapi juga potret nyata tentang keteguhan, keikhlasan, dan perjuangan rakyat kecil. Dari lorong-lorong pasar tradisional hingga ruang politik lokal, langkahnya selalu berpijak pada satu semangat: berdiri bersama pedagang, membela mereka dengan hati.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Arah Preneur Terbaru