Selasa, 30 Desember 2025

Trump Ancam Negara Pendukung BRICS dengan Tarif Tambahan, Perdagangan Global Makin Panas


 Trump Ancam Negara Pendukung BRICS dengan Tarif Tambahan, Perdagangan Global Makin Panas Presiden AS Donald Trump ancam negara pendukung BRICS dengan tarif tambahan, perdagangan global makin panas. (Net)

WASHINGTON, ARAHKITA.COM — Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali mengguncang panggung geopolitik global dengan ancamannya terhadap negara-negara yang mendukung kebijakan BRICS. Lewat pernyataan terbaru di platform media sosialnya, Truth Social, Trump menyatakan akan memberlakukan tarif tambahan sebesar 10 persen terhadap negara mana pun yang dinilai mendukung “kebijakan anti-Amerika” dari kelompok BRICS.

“Tidak akan ada pengecualian untuk kebijakan ini,” tulis Trump pada Minggu (6/7/2025), hanya beberapa jam sebelum dimulainya KTT tahunan BRICS yang digelar di Rio de Janeiro, Brasil.

Ancaman tersebut tidak datang begitu saja. Dalam unggahan lanjutan, Trump menyebut bahwa surat pemberitahuan tarif baru atau revisi kesepakatan dagang akan mulai dikirimkan pada Senin (7/7/2025) pukul 12.00 waktu Washington atau pukul 23.00 WIB.

Pernyataan keras ini memperkuat sikap Trump yang sejak awal menolak gagasan BRICS untuk mengurangi dominasi dolar AS dalam sistem perdagangan internasional. “Tidak ada kemungkinan BRICS menggantikan dolar dalam transaksi global, sekarang atau kapan pun,” ujarnya pada Januari lalu.

Trump juga menuntut komitmen tegas dari negara-negara BRICS untuk tidak mengembangkan mata uang baru atau mendukung mata uang alternatif yang berpotensi menyaingi dolar AS. “Jika mereka tetap memaksakan agenda tersebut, tarif 100 persen siap diberlakukan,” tambahnya.

Isu pengurangan ketergantungan terhadap dolar AS memang menjadi salah satu pembahasan penting dalam forum BRICS belakangan ini. Gagasan tersebut menguat sejak Amerika Serikat menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia akibat konflik Ukraina yang dimulai tahun 2022.

Ketegangan Dagang dan Masa Depan Dolar AS

Langkah Trump ini dinilai sebagai sinyal bahwa ketegangan perdagangan global dapat kembali meningkat, terutama jika ia kembali terpilih dalam pemilihan presiden AS mendatang. Meski belum jelas bagaimana negara-negara BRICS akan merespons ancaman ini, wacana de-dolarisasi dan sistem ekonomi multipolar tampaknya akan menjadi perdebatan utama dalam beberapa tahun ke depan.

Dengan meningkatnya upaya negara-negara seperti China, Rusia, Brasil, India, dan Afrika Selatan untuk memperkuat kerja sama finansial di luar sistem berbasis dolar, dunia bisa jadi tengah menyaksikan pergeseran besar dalam arsitektur ekonomi global dikutip Antara.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Ekonomi Terbaru