Loading
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (Tirto.id)
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa kebijakan pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) 22 bagi pedagang online bukanlah beban baru. Langkah ini diambil untuk memperkuat kepastian hukum dan mempermudah administrasi perpajakan dalam ekosistem digital.
Hal tersebut disampaikan Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Senin (28/7/2025) di Jakarta. Ia menyatakan bahwa aturan ini bertujuan untuk menyederhanakan pelaporan pajak para pelaku usaha daring tanpa menambah kewajiban baru.
“Saya ulangi, tanpa ada tambahan kewajiban baru. Ini lebih kepada memfasilitasi secara administrasi,” tegas Sri Mulyani.
PMK 37/2025 dan Penunjukan Marketplace sebagai Pemungut Pajak
Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang diteken pada 11 Juni dan diundangkan pada 14 Juli 2025, pemerintah secara resmi menunjuk penyelenggara niaga elektronik atau marketplace sebagai pemungut PPh 22.
Marketplace yang ditunjuk kini bertanggung jawab memungut PPh 22 dari para pedagang yang berjualan di platform mereka. Besaran pungutan ditetapkan sebesar 0,5 persen dari omzet bruto tahunan, dan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Siapa Saja yang Kena Pajak Ini?
Kebijakan ini hanya berlaku untuk pedagang daring yang memiliki omzet di atas Rp500 juta per tahun, dan harus dibuktikan melalui surat pernyataan yang diserahkan kepada marketplace tempat mereka berjualan.
Sementara itu, pelaku usaha dengan omzet di bawah Rp500 juta tidak dikenai pungutan ini. Beberapa transaksi lain juga dikecualikan, seperti jasa pengiriman (ekspedisi), layanan transportasi online (ojek daring), penjualan pulsa, hingga perdagangan emas.
Pemerintah Pastikan Tidak Ada Kenaikan Harga Barang
Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, menekankan bahwa perubahan mekanisme ini tidak akan menyebabkan lonjakan harga barang di platform e-commerce. Menurutnya, pedagang biasanya sudah memperhitungkan komponen pajak dalam harga jual mereka.
Yang berubah hanyalah proses teknis: jika sebelumnya pedagang menghitung dan menyetorkan sendiri pajak penghasilan, kini tugas itu diambil alih oleh platform marketplace.
“Supaya lebih mudah direkonsiliasi dan adil antara pelaku usaha di e-commerce maupun non e-commerce,” kata Bimo dikutip Antara.