Selasa, 30 Desember 2025

Pemerintah Tunda Penerapan PPh 22 di Marketplace, Fokus Jaga Daya Beli Masyarakat


 Pemerintah Tunda Penerapan PPh 22 di Marketplace, Fokus Jaga Daya Beli Masyarakat Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjawab pertanyaan wartawan dalam taklimat media di kantor Kementerian Keuangan Jakarta, Jumat (26/9/2025). (ANTARA/Imamatul Silfia)

JAKARTA, ARAHKITA.COM – Pemerintah memutuskan untuk menunda penerapan kebijakan pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 di platform niaga elektronik atau marketplace. Keputusan ini diambil Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa demi menjaga daya beli masyarakat di tengah upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Kami tunggu dulu, paling tidak sampai kebijakan penempatan dana Rp200 triliun untuk mendorong ekonomi mulai kelihatan dampaknya. Baru setelah itu kami pikirkan penerapannya,” ujar Purbaya dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat (26/9/2025).

Sistem Pajak Masih Disiapkan

Saat ini, Kementerian Keuangan masih menguji sistem yang akan digunakan untuk memungut PPh 22 melalui marketplace. Ketika sistem tersebut siap, seluruh perusahaan lokapasar akan resmi ditunjuk untuk memungut pajak dari pedagang online.

Menurut Purbaya, langkah ini diperlukan agar kebijakan pajak diterapkan secara adil dan tidak memberi celah bagi pelaku usaha untuk menghindari kewajiban pajak. Namun, pemerintah memilih menunggu hingga dampak penempatan dana Rp200 triliun di sektor perbankan terlihat nyata pada aktivitas ekonomi.

“Kami tidak ingin kebijakan ini mengganggu daya beli sebelum dorongan ekonomi benar-benar masuk ke sistem,” tambahnya dilansir Antara.

Latar Belakang Kebijakan PPh 22 di Marketplace

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menetapkan aturan ini melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang diteken pada 11 Juni 2025 dan diundangkan pada 14 Juli 2025. Aturan tersebut menunjuk lokapasar sebagai Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) yang berperan memungut PPh 22 dari pedagang daring.

Besaran PPh 22 yang ditetapkan adalah 0,5 persen dari omzet bruto pedagang per tahun, di luar pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Pedagang yang Wajib Bayar dan Pengecualian

Kebijakan ini menyasar pedagang dengan omzet tahunan di atas Rp500 juta. Ketentuan tersebut dibuktikan melalui surat pernyataan baru yang disampaikan ke marketplace terkait.

Sementara itu, pedagang dengan omzet di bawah Rp500 juta tidak dikenakan pungutan ini. Pengecualian juga berlaku untuk beberapa jenis transaksi lain, seperti layanan ekspedisi, transportasi daring (ojek online), penjual pulsa, hingga perdagangan emas.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Ekonomi Terbaru