Loading
Kereta barang China-Eropa menuju Baku, Azerbaijan, berangkat dari Stasiun Pelabuhan Internasional Xi'an di Xi'an, Provinsi Shaanxi, China, pada 13 Agustus 2025. ANTARA/Xinhua/Tang Pumeng
JAKARTA, ARAHKITA.COM – Prospek ekonomi dunia kembali mendapat sorotan setelah Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memangkas proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) global.
Dalam laporan Economic Outlook terbaru yang dirilis Selasa (23/9/2025), OECD memperkirakan laju pertumbuhan akan turun dari 3,3% pada 2024 menjadi 3,2% di 2025, dan semakin melemah ke 2,9% pada 2026.
Penurunan proyeksi ini disebut mencerminkan berakhirnya percepatan perdagangan (front-loading) serta dampak dari tarif impor yang lebih tinggi. Ketidakpastian kebijakan global juga menekan investasi dan perdagangan lintas negara.
Meski demikian, pada paruh pertama 2025, perekonomian global masih menunjukkan daya tahan lebih baik dari perkiraan sebelumnya, terutama di negara-negara berkembang. Kegiatan industri dan perdagangan sempat terdorong karena perusahaan mempercepat pengiriman barang sebelum tarif baru diberlakukan.
Tarif AS Jadi Sorotan
Sejak Mei 2025, Amerika Serikat memberlakukan kenaikan tarif yang signifikan terhadap hampir semua mitra dagangnya. OECD mencatat, tarif efektif AS melonjak hingga 19,5% pada akhir Agustus—angka tertinggi sejak 1933. Lonjakan ini dikhawatirkan memperburuk iklim perdagangan internasional.
Risiko Perlambatan Masih Tinggi
OECD menegaskan bahwa risiko perlambatan ekonomi global masih besar. Faktor pemicu yang perlu diwaspadai mencakup potensi kenaikan tarif lanjutan, tekanan inflasi, kekhawatiran fiskal di sejumlah negara, hingga gejolak pasar keuangan.
Pentingnya Reformasi Struktural
Melihat tren pelemahan ini, OECD menekankan urgensi reformasi struktural agar standar hidup bisa terus meningkat. Adaptasi terhadap teknologi baru, termasuk kecerdasan buatan (AI), dinilai menjadi kunci bagi negara-negara untuk menjaga daya saing jangka panjang dilansir Antara.