Selasa, 30 Desember 2025

Pemerintah Godok Aturan Demutualisasi Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk Pasar Modal yang Lebih Kuat


 Pemerintah Godok Aturan Demutualisasi Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk Pasar Modal yang Lebih Kuat Pengunjung melihat layar yang menampilkan pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (27/10/2025). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/agr/am.

JAKARTA, ARAHKITA.COM - Pemerintah Indonesia bergerak cepat mengubah wajah bursa efek domestik. Melalui mandat dalam Undang‑Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), kini tengah disiapkan sebuah rancangan peraturan pemerintah (RPP) yang akan mengatur proses demutualisasi Bursa Efek Indonesia (BEI). 

Dengan kata lain, BEI akan bertransformasi dari bursa dengan struktur “mutual” — di mana kepemilikannya terbatas pada anggota bursa — menjadi sebuah perseroan dengan kepemilikan yang lebih terbuka. 

Kenapa Perlu Demutualisasi?

Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan di Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Masyita Crystallin, menjelaskan bahwa langkah ini bukan sekadar bentuk perubahan legalitas. Tetapi lebih ke arah memperkuat tata kelola BEI, mengurangi benturan kepentingan, dan memacu daya saing global pasar modal Indonesia. 

Menurutnya, BEI termasuk di antara sedikit bursa yang masih memakai struktur mutual—sedangkan negara seperti Singapura, Malaysia, dan India sudah lebih dulu melakukan transformasi. 

Dengan format perseroan terbuka, BEI diharapkan bisa lebih profesional, adaptif terhadap dinamika keuangan global, dan mampu menjalankan inovasi produk-layanan seperti instrumen derivatif, ETF (exchange-traded fund), hingga pembiayaan infrastruktur dan transisi energi. 

Tantangan Ekosistem yang Harus Sejalan

Walaupun perubahan struktur kelembagaan dirasa strategis, Masyita menekankan bahwa demutualisasi tidak bisa berdiri sendiri: harus diiringi dengan penguatan ekosistem pasar modal, baik dari sisi penawaran (supply) maupun permintaan (demand). 

Dari sisi penawaran: Salah satu hambatan terbesar adalah rendahnya free float emiten (proporsi saham yang diperdagangkan publik). Kondisi ini membuat perdagangan kurang aktif dan likuiditas pasar belum optimal. 

Dari sisi permintaan: Keterlibatan investor domestik—termasuk institusional dan ritel—dinilai krusial agar pasar modal bisa benar-benar mendalam dan stabil. Pemerintah pun menyiapkan kebijakan pendukung khusus untuk investor institusional, antara lain mekanisme cut loss bagi dana pensiun agar bisa bertindak sebagai anchor investor.

Belajar dari Pengalaman Negara Lain

Sebagai acuan, pemerintah menyerap pengalaman dari India. Dalam satu dekade terakhir, dengan memperbaiki tata kelola, meningkatkan jumlah investor domestik lewat skema seperti SIP (systematic investment plan), serta memperkuat teknologi, pasar modal India tumbuh pesat—dari kapitalisasi pasar USD 1,56 triliun atau 72,86 % PDB tahun 2014 menjadi USD 5,17 triliun atau 133,5 % PDB tahun 2024 dikutip Antara.

Ini menunjukkan: reformasi bursa saja tidak cukup—yang paling penting adalah membangun basis investor domestik yang besar, teknologi yang inklusif, dan tata kelola yang baik.

Proses Penyusunan RPP & Langkah Selanjutnya

Rancangan peraturan pemerintah untuk demutualisasi BEI tengah disusun melalui kajian teknis dan konsultasi yang matang. Pemangku kepentingan seperti regulator, SRO (self-regulatory organization) termasuk BEI, pelaku industri pasar modal, serta DPR dilibatkan dalam proses ini. 

Tujuannya: memastikan bahwa perubahan struktur bursa bukan sekedar kosmetik, tetapi benar-benar memperkuat BEI sebagai sumber pembiayaan jangka panjang yang dapat mendorong transformasi ekonomi menuju negara maju. 

Kenapa Ini Penting untuk Anda (Investor & Publik)

Sebagai investor (ritel atau institusi), perubahan struktur BEI bisa membuka akses lebih luas dan peluang inovasi produk yang lebih banyak.Bagi emiten (perusahaan yang listing), adanya bursa yang lebih terbuka dan likuid bisa meningkatkan minat investor serta mempermudah penggalangan dana.

Untuk ekonomi nasional, bursa yang lebih dalam dan likuid berarti pembiayaan proyek jangka panjang (infrastruktur, energi transisi) bisa lebih mudah terkumpul melalui pasar modal.

Namun, perubahan ini juga membawa risiko, seperti potensi benturan kepentingan jika pengawasan dan regulasi tidak dijaga dengan baik.

Transformasi struktur kelembagaan BEI lewat demutualisasi bukan sekadar langkah administratif—ini adalah salah satu pilar strategis dalam pengembangan pasar modal Indonesia. Asalkan prosesnya transparan, diiringi ekosistem yang kuat, dan melibatkan semua pemangku kepentingan dengan baik, maka manfaatnya bisa besar: pasar modal yang lebih dalam, likuid, dan mampu menopang ekonomi Indonesia ke depan.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Ekonomi Terbaru