Loading
Pekan ini, trading akan semarak di pasar Indonesia dengan berbagai rilis laporan
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Pekan ini, trading akan semarak di pasar Indonesia dengan berbagai rilis laporan ekonomi domestik penting dan peristiwa berisiko penting. Perhatian investor tertuju pada rapat kebijakan Bank Indonesia pekan ini yang diprediksi akan menghasilkan kenaikan suku bunga.
Chief Market Strategist FXTM, Hussein Sayed dalam rilisnya yang diterima redaksi arahkita.com mengatakan perlu diperhatikan bahwa badan pemeringkat Moody's sudah memberi peringatan mengenai tekanan negatif yang terus menerus terhadap kurs Rupiah dan berpotensi memengaruhi ekonomi Indonesia.
"Bank Indonesia mungkin menjadikan rapat kebijakan bulan Mei sebagai momen untuk meningkatkan suku bunga guna menstabilkan Rupiah dan mengurangi kekhawatiran investor mengenai arus keluar modal,"terang Sayed.
Perhatian juga tambah Sayed akan tertuju pada data perdagangan terkini yang dapat memberi petunjuk mengenai keadaan ekonomi Indonesia. Pasar memperkirakan Indonesia akan mencatat neraca perdagangan sebesar $1.10 miliar di bulan April.
Resolusi PerdaganganLebih lanjut Sayed mengatakan satu bulan pasca Kementerian Perdagangan AS melarang salah satu perusahaan teknologi terbesar China, ZTE, untuk mengekspor produk AS, Presiden Trump mengumumkan kesediaan untuk membantu ZTE melanjutkan bisnis seperti semula.
Intervensi tak biasa dari Presiden AS ini datang di tengah diskusi panas dengan Tiongkok mengenai negosiasi ulang kesepakatan perdagangan. Wakil PM Tiongkok, Liu He, direncanakan mengunjungi Washington pekan ini untuk melanjutkan diskusi, dan langkah Trump ini sepertinya titik awal yang baik yang akan disambut gembira oleh pasar.
Banyak pengambil kebijakan yang mengkritik langkah mundur ini, namun dari perspektif investor, ini adalah sinyal berkurangnya ketegangan antara dua ekonomi terbesar dunia dan akan mendukung selera risiko.
Dolar AS MenguatKenaikan imbal hasil AS dan Dolar yang menguat sambung Sayed, menjadi masalah di negara-negara berkembang selama beberapa pekan terakhir. Semakin tinggi imbal hasil AS, semakin besar potensi arus keluar modal dari pasar berkembang.
Pada Senin pagi, indeks Dolar DXY tampak melemah, turun dari 92.55 menjadi 92.38. Trader valas juga perlu memantau imbal hasil obligasi negara 10-tahun AS, karena jika gagal melampaui 3% dapat menyiratkan level puncak jangka pendek.
Sayed menjelaskan break signifikan di atas benchmark 3% memerlukan ekspektasi pengetatan yang lebih cepat oleh Fed; agar ini terjadi, ekonomi harus menunjukkan pertanda overheating. Walau demikian, hal ini belum tercapai.
Data Penjualan Ritel April AS yang akan dirilis hari Selasa adalah data ekonomi penting yang harus kita amati pekan ini. Pasar memprediksi kenaikan 0.4% di bulan April, turun dari 0.6% di bulan sebelumnya.
Harga Minyak Capai Puncak?Harga minyak mentah Brent menurut Sayed mencapai level tertinggi baru dalam tiga setengah tahun terakhir, setelah AS keluar dari kesepakatan nuklir Iran. Peningkatan 26% dari level terendah Februari sungguh jauh dari ekspektasi, tapi permintaan yang mencapai rekor tertinggi dari Asia, kekhawatiran gangguan pasokan, dan terutama risiko perang antara Iran dan Israel, membuat trader membeli opsi call di harga $100.
Apabila risiko konfrontasi langsung antara Iran dan Israel telah hilang, fokus pasar kata Sayed akan beralih ke fundamental dan target $100 sepertinya tidak realistis lagi. Permintaan minyak cukup tinggi dan OPEC serta Rusia melampaui ekspektasi pemangkasan pasokan, sehingga harga tampaknya akan tetap tinggi.
Walau begitu tambah Sayed, produksi minyak serpih AS yang tinggi akan terus membatasi harga minyak mentah. Risiko negatif paling signifikan untuk harga minyak adalah jika Presiden Trump melakukan intervensi di pasar minyak dengan menekan para anggota OPEC untuk meningkatkan produksi.