Loading
Biksu Buddha Touch Sarith, Presiden Asosiasi Buddha Dhammaraingsei Kamboja, menyerukan agar dunia menekan pihak-pihak yang berkonflik untuk menghormati gencatan senjata antara Kamboja dan Thailand. (santegidio.org)
GLOBAL HARMONY | INTER FIDEI
ROMA, ITALIA, ARAHKITA.COM - Suara perdamaian kembali menggema dari Roma. Dalam konferensi internasional “Berani Berdamai” yang digelar oleh Komunitas Sant’Egidio, Biksu Buddha Touch Sarith, Presiden Asosiasi Buddha Dhammaraingsei Kamboja, menyerukan agar dunia menekan pihak-pihak yang berkonflik untuk menghormati gencatan senjata antara Kamboja dan Thailand.
“Kami meminta masyarakat dunia untuk menekan pemerintah dan militer Thailand agar menghormati gencatan senjata 28 Juli 2025,” ujar Sarith di hadapan para pemimpin lintas agama. “Nyawa dan kemanusiaan sedang dipertaruhkan.”
Konflik perbatasan yang membara selama bertahun-tahun antara dua negara bertetangga di Asia Tenggara ini kembali menguji kesabaran rakyat Kamboja. Namun, menurut Sarith, doa rakyat lebih kuat daripada bom.
“Selama dua bulan terakhir, rakyat Kamboja—baik perempuan, laki-laki, maupun para biksu muda—turun ke jalan, bukan dengan amarah, tetapi dengan doa. Mereka ingin dunia mendengar suara perdamaian,” ucapnya dilansir santegidio.org.
Sarith, yang sejak 1986 aktif mengikuti pertemuan antaragama internasional, menegaskan bahwa sejarah panjang Kamboja menjadi saksi keteguhan rakyatnya dalam menjaga martabat dan kerendahan hati. “Kami bangsa kecil, tapi hati kami besar untuk perdamaian. Mari dunia mendengarkan suara Kamboja—suara harapan dan persatuan.”
Seruan dari Roma ini menambah gema solidaritas lintas iman untuk meneguhkan bahwa perdamaian bukanlah utopia, melainkan keberanian untuk tetap percaya di tengah luka.