Loading
Guila Clara Kessous, Seniman Perdamaian UNESCO, wirausahawan sosial, dan pelatih eksekutif asal Prancis berbicara ketika menerima penghargaan. (Foto: giulia clara kessous/Media Vatican)
GLOBAL HARMONY | GLOBAL HUMANITY
DI DUNIA yang sering terbelah oleh ego dan kepentingan, ada sosok yang mengingatkan kita bahwa diplomasi sejati bukan tentang kekuasaan, melainkan tentang kemanusiaan.
Namanya Guila Clara Kessous — seorang Seniman Perdamaian UNESCO yang percaya bahwa perempuan bukan sekadar pelengkap dalam perundingan, melainkan penjaga nurani dari proses perdamaian itu sendiri.
Baca juga:
World Peace Forum 2025: Jusuf Kalla dan Din Syamsuddin Serukan Spirit Damai dari Jakarta untuk DuniaKetika Perempuan Masih Absen di Meja Perdamaian
Di ruang-ruang diplomasi global, perempuan masih jarang mendapat tempat.
Baca juga:
Perempuan di Garis Depan Perdamaian: Guila Clara Kessous dan Diplomasi yang Bernapas KemanusiaanSejak 1992, hanya enam persen penandatangan perjanjian perdamaian dunia adalah perempuan.
Padahal, merekalah yang pertama kali menanggung beban perang — kehilangan keluarga, rumah, dan rasa aman.
“Perempuan dijauhkan dari keputusan perdamaian, padahal mereka adalah korban pertama konflik,” kata Kessous.
Pernyataan itu menjadi dasar dari langkah beraninya: mengusulkan resolusi di Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menetapkan kuota 30% perempuan dalam setiap proses negosiasi perdamaian.
Ia menyebutnya sebagai “seruan untuk keadilan.”Karena bagi Kessous, partisipasi perempuan bukan hanya tentang kesetaraan, melainkan tentang kelangsungan hidup umat manusia.Penelitian mendukung pandangannya: kesepakatan perdamaian yang melibatkan perempuan 35% lebih mungkin bertahan lama.Mengapa? Karena ketika perempuan berunding, mereka tidak hanya memikirkan wilayah dan kekuasaan — tetapi kehidupan di baliknya.
Nilai Kehidupan di Atas Segalanya
Dalam setiap konflik, Kessous melihat satu pola yang berulang: perang selalu tumbuh dari ego — keinginan untuk membuktikan siapa yang benar, siapa yang lebih kuat.Namun di tengah hiruk-pikuk itu, ada cara pandang lain yang lebih tenang, lebih dalam.
“Seorang perempuan akan berpikir, ‘Apakah anakku akan kembali dari perang ini?’,” ucapnya pelan. Pertanyaan sederhana itu, bagi Kessous, sudah cukup untuk mengubah arah negosiasi.“Nilai kehidupan jauh lebih kuat daripada ego atau kemenangan.”
Baginya, diplomasi yang sejati lahir dari kesadaran bahwa kita semua saling bergantung.Tanpa penghormatan terhadap pihak lain, perdamaian akan rapuh, digantikan oleh rasa curiga dan keinginan untuk membalas.“Perdamaian bukan keadaan diam,” ujarnya. “Ia adalah proses aktif — kesediaan untuk memahami bahwa kita tak bisa hidup sendirian.”
Seni sebagai Bahasa Universal Perdamaian
Sebagai Seniman Perdamaian UNESCO, Kessous memandang seni sebagai jembatan yang mampu melampaui bahasa politik.Dalam upacara Forum Ekonomi Perempuan (WEF) di Palermo, ia menerima penghargaan “Woman of the Decade Award”, mengenakan ‘Gaun Perdamaian’ rancangan
Valentino — simbol universal dari harapan dunia tanpa perang.“Mode dan seni bisa berbicara kepada hati manusia,” katanya.“Dua orang dari negara yang bermusuhan bisa saling memahami lewat sebuah karya, karena bahasa keindahan adalah bahasa tanpa batas.”
Ia menyebut pendekatannya ‘kewirausahaan diplomatik’ — diplomasi yang hidup dalam seni, olahraga, budaya, dan bisnis.“Diplomasi bukan milik elit politik,” ujarnya. “Ia milik siapa pun yang ingin membangun jembatan kemanusiaan.”
Mimpi Tentang Dunia yang Lebih Lembut
Kini, resolusi tentang keterlibatan perempuan dalam diplomasi sedang menuju pembahasan di Dewan HAM PBB tahun 2026.Bagi Kessous, langkah itu bukan akhir, melainkan awal dari perjalanan panjang menuju diplomasi yang berjiwa lebih lembut — diplomasi yang menempatkan manusia, bukan kuasa, di pusatnya.
“Kita semua bertanggung jawab atas setiap anak yang meninggal akibat konflik,” katanya dengan nada lirih dilaporakn Isabella H. de Carvalho untuk Vatican News.
Sebuah kalimat yang menembus batas negara, agama, dan politik — karena di balik semua perbedaan, kita tetap berbagi satu hal yang sama: kemanusiaan.
Tentang Guila Clara Kessous
Guila Clara Kessous adalah Seniman Perdamaian UNESCO, wirausahawan sosial, dan pelatih eksekutif asal Prancis. Ia dikenal karena pendekatan diplomasi berbasis kemanusiaan dan upayanya mendorong partisipasi aktif perempuan dalam proses perdamaian global.