Loading
Ilustrasi - Hutan Amazon. ( Unsplas/Ivars Utināns/VOI)
JAKARTA, ARAHKITA.COM — Menjelang Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-30 (COP30) di Belem, Brasil, para ilmuwan mengeluarkan peringatan serius: hutan Amazon kini berada di ambang “titik kritis” yang dapat mengubah ekosistem terbesar di dunia ini secara permanen.
Sebagai paru-paru Bumi, Amazon berperan besar dalam menstabilkan iklim global dan menjaga keanekaragaman hayati planet ini. Namun, tekanan berlapis dari deforestasi, pemanasan global, serta kekeringan ekstrem membuat keseimbangannya kian rapuh.
«“Proses perubahan ini sudah terlihat jelas di bagian selatan Cekungan Amazon,” ungkap Jhan-Carlo Espinoza, peneliti Prancis-Peru dari Institut Penelitian untuk Pembangunan (IRD) Prancis, dikutip dari Anadolu, Kamis (6/11/2025).»
Hutan yang Kian Gersang dan Cuaca Tak Menentu
Espinoza menyoroti wilayah Amazon Bolivia yang kini mengalami kekeringan terparah sepanjang sejarah modern, bahkan melampaui rekor 2023 dan 2024. Kawasan yang dulunya hijau lebat kini mulai bertransformasi menyerupai sabana Cerrado di Brasil.
Sementara itu, bagian utara Amazon justru menghadapi situasi ekstrem sebaliknya — banjir besar yang datang lebih sering dan lebih dahsyat akibat perubahan pola hujan.
Menuju Titik yang Tak Bisa Dipulihkan
Para ilmuwan memang belum dapat memastikan kapan Amazon akan mencapai titik “no return”, namun mereka sepakat bahwa batas itu semakin dekat.
"Sekitar 17–20 persen hutan Amazon sudah ditebangi — setara gabungan luas Prancis dan Jerman — sementara 17 persen lainnya mengalami degradasi akibat aktivitas manusia,” lanjut Espinoza dilansir Antara.
Selama dua dekade terakhir, suhu global terus meningkat hingga menyentuh rekor tertinggi dalam sejarah pencatatan modern. Kombinasi antara deforestasi dan pemanasan global membuat kemampuan Amazon menyerap karbon menurun drastis dan siklus air terganggu.
Espinoza menjelaskan, sekitar 50 persen curah hujan di Amazon sebenarnya berasal dari “daur ulang” air yang dilepaskan kembali oleh pepohonan melalui proses evapotranspirasi. Ketika pepohonan hilang, sistem ini ikut runtuh, mengancam pasokan air dan ketahanan pangan, terutama di Bolivia dan Peru.
COP30: Harapan di Tengah Krisis
Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP30) yang akan berlangsung pada 10–21 November 2025 di Brasil diharapkan menjadi momentum penting untuk mengubah komitmen iklim menjadi aksi nyata.
Fokus utama COP30 kali ini adalah memperkuat pendanaan bagi negara-negara rentan iklim serta mendorong kerja sama global, meski di tengah ketegangan geopolitik dan rivalitas perdagangan internasional.
Di saat Amazon nyaris mencapai titik kritisnya, dunia menunggu: akankah COP30 benar-benar menjadi tonggak baru bagi penyelamatan iklim — atau sekadar panggung janji yang berulang?