Loading
Wakil Menteri Kehutanan (Wamenhut) Rohmat Marzuki (kiri) berjabat tangan dengan Menteri Lingkungan Hidup, Pembangunan Berkelanjutan, dan Ekonomi Iklim Baru Republik Demokratik Kongo, Marie Nyange Ndambo, usai melakukan pertemuan bilateral di sela rangkaian kegiatan KTT Iklim COP 30 di Belem, Brasil, Selasa (10/11). (Antara/HO/Kementerian Kehutanan)
BELEM, ARAHKITA.COM - Indonesia dan Republik Demokratik Kongo kembali menunjukkan komitmennya dalam menjaga hutan tropis dunia. Dua negara pemilik kawasan hutan terbesar ini sepakat memperkuat kolaborasi untuk membangun pasar karbon berintegritas tinggi sekaligus memperkuat tata kelola kehutanan berkelanjutan.
Komitmen tersebut ditegaskan dalam pertemuan bilateral antara Wakil Menteri Kehutanan RI Rohmat Marzuki dan Menteri Lingkungan Hidup, Pembangunan Berkelanjutan, dan Ekonomi Iklim Baru Kongo, Marie Nyange Ndambo, di sela gelaran KTT Iklim COP 30 di Belem, Brasil pada Selasa (10/11).
Mendukung Langkah Besar Kongo dalam Tata Kelola Karbon
Dalam pertemuan itu, Indonesia menyampaikan apresiasi atas langkah Kongo membangun arsitektur pasar karbon nasional melalui pembentukan Autorité de Régulation des Marchés du Carbone (ARMCA). Lembaga ini menjadi fondasi penting untuk memastikan perdagangan karbon berjalan transparan, terukur, dan sesuai standar global.
Wamenhut RI menilai pembentukan ARMCA adalah salah satu perkembangan paling signifikan dalam penguatan pasar karbon di kawasan tropis. “Ini langkah maju yang luar biasa untuk mendorong pasar karbon berintegritas tinggi sekaligus memperkuat tata kelola hutan,” ujarnya dikutip Antara.
Menghidupkan Kembali Koalisi Global Penjaga Hutan Tropis
Kongo juga menyampaikan keinginannya untuk mengaktifkan kembali koalisi tiga negara pemilik hutan tropis terbesar dunia—Brazil, Indonesia, dan Kongo—yang pertama kali diinisiasi pada COP Glasgow. Koalisi ini bertujuan memperkuat posisi negara-negara tropis dalam diplomasi iklim global serta meningkatkan nilai ekonomi dari upaya perlindungan hutan.
Selain itu, Kongo ingin memperdalam kemitraan melalui International Tropical Peatland Center (ITPC), pusat penelitian gambut tropis yang sejak awal melibatkan Indonesia.Indonesia menanggapi positif ajakan tersebut dan siap melakukan komunikasi berkelanjutan untuk memperkuat kedua inisiatif.
Kebijakan Pasar Karbon Indonesia Jadi Rujukan
Dalam forum tersebut, Indonesia juga memaparkan perkembangan regulasi nasional terkait perdagangan karbon. Melalui Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025, pemerintah mempertegas bahwa pasar karbon merupakan instrumen penting menuju pertumbuhan hijau dan ekonomi rendah karbon.
Dalam skema itu, unit karbon yang dihasilkan dari solusi berbasis alam—termasuk reboisasi, restorasi mangrove, hingga agroforestri—dapat diperdagangkan di pasar domestik maupun internasional.
Rohmat Marzuki menegaskan bahwa Indonesia ingin mengambil posisi strategis sebagai pusat pengembangan pasar karbon global. “Kami siap bekerja sama dengan berbagai mitra internasional untuk memastikan bahwa pasar karbon berjalan dengan integritas dan sejalan dengan standar global,” ujarnya.