Macron Gugat Candace Owens atas Tuduhan Hoaks tentang Identitas Gender Ibu Negara Prancis

JAKARTA, ARAHKITA.COM - Presiden Prancis Emmanuel Macron dan istrinya, Brigitte Macron, mengambil langkah hukum terhadap pemengaruh asal Amerika Serikat, Candace Owens, atas tuduhan menyebarkan informasi palsu mengenai identitas gender ibu negara Prancis itu.

Menurut laporan Financial Times, pasangan Macron menyewa firma detektif swasta Nardello & Co untuk menyelidiki Owens sebelum melayangkan gugatan di negara bagian Delaware, AS, pada akhir Juli. Gugatan ini terkait tuduhan bahwa Brigitte Macron terlahir sebagai laki-laki, yang diangkat Owens dalam program delapan episode berjudul Becoming Brigitte.

• Baca juga:

  Eropa Mulai Desak Putin Akhiri Operasi Militer di Ukraina

Menurut pengacara mereka, Tom Clare, langkah gugatan diambil untuk mengetahui apa yang memicu ketertarikan wartawan itu terhadap Brigitte.

Menurut penyelidikan, setelah Owens mengangkat isu soal Brigitte, media Rusia ikut memberitakannya. Namun, detektif tidak menemukan bukti Owens pernah bertemu tokoh media atau pejabat Rusia.

• Baca juga:

  Macron Gugat Candace Owens atas Tuduhan Hoaks tentang Identitas Gender Ibu Negara Prancis

Pada Februari, Owens meluncurkan program delapan episode "Becoming Brigitte" di internet, yang mempertanyakan identitas gender ibu negara Prancis itu.

Kasus itu mencuat setelah pada 10 Juli, Pengadilan Banding Paris membebaskan jurnalis independen Natacha Rey, yang sebelumnya dihukum atas tuduhan serupa.

• Baca juga:

  Macron Gugat Candace Owens atas Tuduhan Hoaks tentang Identitas Gender Ibu Negara Prancis

Pada Juni 2023, Rey dan Amandine Roy — pemilik kanal YouTube yang menyiarkan video Rey — dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Banding Caen karena melakukan pencemaran nama baik. Pada September 2024, pengadilan Paris menjatuhkan denda sebesar 13.500 euro (sekitar Rp236 juta) kepada mereka.

Desas-desus soal identitas gender Briggite bermula pada 2021, ketika Rey berdalih bahwa istri Presiden Macron itu terlahir sebagai laki-laki. Tuduhan itu kemudian menjadi viral.

Pada Maret 2024, dilansir Antara, Macron mengecam tersebarnya kabar bohong itu dan mengatakan bahwa hal terburuk yang dia hadapi sebagai presiden adalah "informasi palsu dan cerita yang dibuat-buat", yang membuat orang percaya dan mengganggu kehidupan pribadinya.