Rabu, 31 Desember 2025

Jelang Sidang Umum PBB, AS dan Dunia Internasional Bahas Masa Depan Gaza dan Isu Pengakuan Palestina


 Jelang Sidang Umum PBB, AS dan Dunia Internasional Bahas Masa Depan Gaza dan Isu Pengakuan Palestina Kota Gaza telah menghadapi pemboman hebat oleh Israel, yang dengan tegas menolak upaya gencatan senjata. (Foto: Anadolu/Getty Images)

JAKARTA, ARAHKITA.COM – Masa depan Gaza kembali menjadi sorotan menjelang Sidang Umum PBB September ini. Amerika Serikat bersama sejumlah negara tengah membicarakan rencana rekonstruksi besar-besaran untuk wilayah yang luluh lantak akibat perang. Rencana ini mencakup pembentukan pemerintahan teknokratis sementara, pasukan penjaga perdamaian internasional, serta pelucutan senjata Hamas.

Diskusi ini dipicu oleh meningkatnya tekanan di PBB, di mana Inggris, Prancis, Kanada, Belgia, dan Malta hampir pasti akan mengumumkan pengakuan resmi terhadap negara Palestina pada konferensi yang digelar di sela-sela sidang umum. Meski begitu, isu pengakuan negara Palestina masih menjadi perdebatan sengit, terutama dengan penolakan keras dari Israel yang tetap berambisi mempertahankan kendali di Gaza dan Tepi Barat.

Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, dalam kunjungannya ke Qatar, UEA, dan Arab Saudi menekankan pentingnya menjadikan gencatan senjata sebagai langkah menuju perdamaian jangka panjang. Hal ini mencakup pelucutan senjata Hamas dan kerangka pemerintahan baru di Gaza. Namun, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, justru semakin sering menyuarakan wacana kehadiran permanen Israel di Gaza serta aneksasi Tepi Barat, yang menimbulkan reaksi keras dari negara-negara Eropa dan Teluk.

Selain itu, rencana-rencana yang dianggap condong mendukung aneksasi Israel oleh Gedung Putih juga ditentang keras, terutama oleh Mesir. Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdelatty, menegaskan bahwa deportasi massal warga Palestina bukanlah pilihan dan merupakan “garis merah” yang tidak bisa dilanggar.

Di tengah perdebatan tersebut, Otoritas Palestina berkomitmen menggelar pemilu di Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur dalam waktu satu tahun setelah gencatan senjata tercapai. Sementara itu, pemerintahan teknokratis akan memimpin transisi. Perwakilan Palestina di Inggris, Dr. Husam Zomlot, menyebut reformasi Hamas akan menjadi faktor penting agar rakyat Palestina bisa memilih pemimpin yang benar-benar mewakili kepentingan mereka.

Konferensi internasional di New York pada Juni lalu juga menjadi momentum penting. Untuk pertama kalinya, negara-negara Arab menyerukan agar Hamas melucuti senjata dan menyerahkan kendali Gaza kepada Otoritas Palestina. Liga Arab, Uni Eropa, dan 17 negara lain mendukung penuh pernyataan tersebut, menegaskan bahwa otoritas sah Palestina harus memegang kendali penuh pemerintahan, keamanan, dan hukum di seluruh wilayahnya sebagaimana dilaporkan The Guardian.

Dengan tekanan internasional yang semakin besar, Sidang Umum PBB tahun ini diprediksi akan menjadi salah satu momen paling krusial dalam menentukan arah masa depan Gaza dan perjuangan rakyat Palestina menuju kedaulatan.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Internasional Terbaru