Selasa, 30 Desember 2025

Rencana Pertemuan Trump dan Putin di Budapest Ditunda, Perundingan Ukraina Mandek


 Rencana Pertemuan Trump dan Putin di Budapest Ditunda, Perundingan Ukraina Mandek Pertemukan Trump dan Putin Ditunda. (Antaranews/Anadolu/HO-Kremlin Press Office)

WASHINGTON, ARAHKITA.COM - Rencana pertemuan puncak antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin di Budapest resmi ditunda, seiring kebuntuan diplomasi terbaru dalam upaya mengakhiri perang di Ukraina.

Gedung Putih menyatakan tidak ada rencana pertemuan antara kedua pemimpin “dalam waktu dekat” setelah pembicaraan pada akhir pekan lalu gagal menghasilkan kemajuan berarti. Ukraina dan sekutu Eropanya menegaskan bahwa setiap gencatan senjata tidak boleh disertai konsesi teritorial dari Kyiv.

Penundaan KTT Budapest ini menandai berakhirnya siklus diplomasi singkat yang dimulai dengan panggilan telepon antara Trump dan Putin pekan lalu. Dalam percakapan tersebut, Putin dikabarkan mengusulkan penyerahan sebagian wilayah Kherson dan Zaporizhzha sebagai imbalan atas penguasaan penuh Donetsk, wilayah strategis yang telah lama diincar Moskow.

Trump sempat mempertimbangkan usulan itu, tetapi kemudian menolaknya dengan menegaskan bahwa Ukraina tidak perlu menyerahkan wilayah mana pun. Kepada wartawan di pesawat Air Force One, Trump menyebut tidak ingin “membuang waktu dengan pertemuan yang sia-sia” dan menekankan bahwa fokus utama adalah menghentikan perang dan korban jiwa.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan kepada mitranya dari AS, Marco Rubio, bahwa posisi Rusia tetap sama seperti pada pertemuan sebelumnya di Alaska.

“Rusia tidak mengubah pendiriannya,” kata Lavrov setelah panggilan telepon tersebut seperti dilansir The Guardian.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyambut baik kesamaan sikap antara Kyiv dan sekutu Barat, namun memperingatkan bahwa Rusia tampak kurang tertarik untuk melanjutkan negosiasi. Ia juga mengkritik penundaan keputusan Washington terkait pasokan rudal jelajah Tomahawk ke Ukraina.

Trump sempat bertemu Zelenskyy di Washington beberapa hari sebelumnya dalam pertemuan yang disebut tegang, setelah Gedung Putih sempat mengajukan ide konsesi wilayah yang langsung ditolak oleh Kyiv. Ukraina berpendapat bahwa izin penggunaan rudal Tomahawk akan memperkuat posisi militernya dengan kemampuan menyerang target strategis di wilayah Rusia, meski langkah itu dinilai berisiko memicu eskalasi.

Pada hari Selasa, Zelenskyy bersama para pemimpin Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Polandia, serta sejumlah negara Eropa lainnya menyatakan dukungan terhadap seruan Trump untuk gencatan senjata berdasarkan garis depan saat ini. Dalam pernyataan bersama, mereka menyebut garis kontak tersebut sebagai titik awal negosiasi baru.

Pernyataan itu turut ditandatangani oleh Keir Starmer, Emmanuel Macron, Friedrich Merz, Giorgia Meloni, dan Donald Tusk, serta didukung oleh para pemimpin dari Finlandia, Norwegia, Denmark, dan lembaga tinggi Uni Eropa seperti Ursula von der Leyen dan Antonio Costa.

Kyiv tetap menolak pengakuan atas aneksasi wilayah mana pun oleh Rusia, namun bersedia mempertimbangkan gencatan senjata di garis tempur yang ada. Hal ini berarti penerimaan de facto atas pendudukan Rusia di sekitar 20 persen wilayah Ukraina, karena militer Kyiv belum mampu merebutnya kembali.

Media Bloomberg melaporkan bahwa Ukraina dan sekutunya tengah menyiapkan proposal gencatan senjata 12 poin, yang akan diawasi oleh dewan perdamaian di bawah kepemimpinan Trump. Rancangan tersebut menyerupai proposal 20 poin yang diajukan AS sebelumnya untuk konflik Gaza.

Dalam dokumen yang sama, negara-negara Barat juga mendorong pembentukan pasukan multinasional untuk menjaga stabilitas pascagencatan senjata. Pasukan itu akan memantau wilayah udara dan perairan Ukraina serta melatih militer setempat.

Para pemimpin Eropa menegaskan bahwa tekanan ekonomi terhadap Rusia harus terus ditingkatkan hingga Moskow bersedia berdamai. Mereka juga menyebut pembahasan mengenai penggunaan aset bank sentral Rusia senilai 140 miliar euro yang dibekukan masih berlangsung di tingkat Uni Eropa dan G7.

Menurut rencana, dana tersebut akan digunakan sebagai pinjaman untuk mendukung pertahanan dan rekonstruksi Ukraina mulai 2026, dengan jaminan bersama dari negara-negara G7.

Langkah ini menunjukkan bahwa meskipun jalur diplomasi menghadapi kebuntuan, negara-negara Barat berupaya menjaga tekanan terhadap Rusia sembari mencari cara realistis untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung hampir tiga tahun.

Editor : Lintang Rowe

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Internasional Terbaru