Loading
Arsip: Gedung markas Uni Eropa di Brussels Belgia . ANTARAAnadolupy
JAKARTA, ARAHKITA.COM – Uni Eropa resmi mengajukan proposal aturan baru yang dikenal sebagai “Schengen militer”, sebuah kebijakan yang dirancang untuk mempercepat perpindahan personel dan perlengkapan militer di seluruh kawasan. Aturan ini ditujukan untuk mempermudah mobilitas baik pada masa damai maupun saat terjadi keadaan darurat.
Usulan tersebut disampaikan oleh Wakil Presiden Eksekutif Komisi Eropa untuk Kedaulatan Teknologi, Keamanan, dan Demokrasi, Henna Virkkunen, pada Rabu (19/11/2025). Ia menegaskan bahwa kelancaran mobilitas militer menjadi salah satu prioritas utama untuk memperkuat pertahanan regional.
“Tujuan kami adalah menciptakan Schengen militer, di mana pasukan dan perlengkapan Eropa dapat bergerak cepat dan aman melintasi perbatasan,” kata Virkkunen dalam konferensi pers. Komisi Eropa menyebut hambatan regulasi yang selama ini memperlambat proses pemindahan pasukan akan dipangkas, dengan batas waktu pemrosesan maksimal tiga hari.
Sebagai langkah antisipasi, Uni Eropa juga menyiapkan kerangka darurat berupa sistem respons mobilitas militer yang dipercepat. Mekanisme ini memberikan akses prioritas terhadap infrastruktur penting yang mendukung operasi angkatan bersenjata di kawasan Uni Eropa maupun dalam konteks kerja sama dengan NATO.
Komisioner Uni Eropa untuk Transportasi Berkelanjutan dan Pariwisata, Apostolos Tzitzikostas, mengungkapkan bahwa blok Eropa berencana menggelontorkan dana hingga 100 miliar euro (sekitar Rp1.936 triliun) untuk pembangunan 500 titik infrastruktur strategis pada tahun 2030. Proyek ini masuk dalam agenda Readiness 2030 yang ditargetkan selesai sebelum dekade berakhir.
“Kami memperkirakan pembangunan 500 hotspot membutuhkan sekitar 100 miliar euro, sehingga kita harus mulai berinvestasi sekarang,” ujarnya dilansir Antara.
Langkah ini dipandang sebagai upaya memperkuat ketahanan Eropa jika harus menghadapi kemungkinan konflik di wilayah timur, terutama dalam konteks ketegangan dengan Rusia. Komisi Eropa menyampaikan bahwa kawasan harus belajar dari pengalaman perang di Ukraina dan membangun ekosistem pertahanan baru yang lebih adaptif, melibatkan industri, inovator, hingga komunitas teknologi.
Di sisi lain, Rusia selama beberapa tahun terakhir menilai bahwa aktivitas NATO di perbatasan barat meningkat secara signifikan. Moskow berulang kali menyampaikan kekhawatiran dan menilai langkah-langkah tersebut sebagai ancaman terhadap kepentingannya. Kremlin menegaskan bahwa Rusia tidak berniat mengancam pihak mana pun, namun akan tetap mewaspadai setiap tindakan yang dinilai membahayakan keamanan nasionalnya.