Loading
Presiden Kuba Miguel Diaz-Canel. (VOA Indonesia)
WASHINGTON, ARAHKITA.COM — Hubungan Amerika Serikat dan Venezuela kembali memanas setelah Presiden Kuba Miguel Diaz-Canel mengecam apa yang ia sebut sebagai rencana Washington untuk melakukan agresi militer terhadap pemerintahan Presiden Nicolas Maduro. Lewat unggahannya di platform X pada Selasa (2/11/2025), Diaz-Canel menilai langkah AS itu sebagai bentuk intervensi yang tidak dapat dibenarkan.
Diaz-Canel menegaskan bahwa campur tangan asing dan ancaman penggunaan kekuatan militer bukan lagi praktik yang relevan di kawasan Amerika Latin. Ia menyinggung “politik kapal meriam” dan Doktrin Monroe sebagai warisan lama yang seharusnya ditinggalkan. Menurutnya, Amerika Latin dan Karibia harus dipertahankan sebagai “zona damai” yang bebas dari tekanan geopolitik negara besar.
Kuba, kata Diaz-Canel, sudah berulang kali mengingatkan tentang potensi destabilisasi jika Washington terus mendorong kebijakan konfrontatif terhadap Caracas. Ia menegaskan kembali komitmen negaranya untuk mendukung kedaulatan Venezuela dan pemerintahan Maduro.
Ketegangan meningkat setelah Pentagon memperluas kehadiran militernya di kawasan Karibia, termasuk pengerahan kapal induk USS Gerald Ford serta kekuatan laut, udara, dan darat lainnya. Washington mengklaim operasi tersebut bertujuan memberantas perdagangan narkoba, namun berbagai negara di kawasan memandangnya sebagai manuver politik yang berisiko memicu eskalasi dikutip Antara.
Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa masa jabatan Maduro “tinggal menghitung waktu.” Meski begitu, Trump menampik anggapan bahwa Amerika Serikat sedang mempersiapkan perang terbuka. Ia juga mengonfirmasi telah melakukan panggilan telepon dengan Maduro pada Minggu (30/11), meski tanpa memberikan rincian isi pembicaraan.
Situasi ini memperlihatkan betapa sensitifnya dinamika geopolitik di Karibia. Dukungan Kuba terhadap Venezuela dan tekanan berkelanjutan AS terhadap Caracas membuat kawasan ini kembali menjadi sorotan internasional.