Loading
Sebuah kapal pesiar melintas di bawah Jembatan London saat matahari terbenam di London, Inggris, 2 Agustus 2025. ANTARA/Xinhua/Wang Muhan
LONDON, ARAHKITA.COM — Kondisi pasar tenaga kerja Inggris menunjukkan tanda pelemahan yang semakin nyata. Tingkat pengangguran bagi penduduk berusia 16 tahun ke atas tercatat mencapai 5,1 persen pada periode Agustus hingga Oktober, berdasarkan data terbaru yang dirilis Kantor Statistik Nasional Inggris (Office for National Statistics/ONS), Selasa (16/12/2025).
Angka tersebut mengalami kenaikan 0,4 poin persentase dibandingkan periode sebelumnya, yakni Mei–Juli. ONS menilai tren ini mencerminkan menurunnya aktivitas perekrutan di berbagai sektor, seiring ketidakpastian ekonomi yang masih membayangi dunia usaha.
Di sisi pendapatan, rata-rata pertumbuhan tahunan upah pekerja, termasuk bonus, tercatat sebesar 4,7 persen. Namun setelah disesuaikan dengan inflasi berdasarkan Consumer Price Index (CPI) Inggris, kenaikan upah riil hanya mencapai 1 persen, menunjukkan daya beli pekerja yang masih tertekan.
Data ONS juga mengungkap bahwa jumlah pekerja dengan upah rutin (payrolled employees) terus menurun. Secara tahunan, jumlahnya menyusut 0,5 persen pada periode Oktober 2024 hingga Oktober 2025. Sementara secara bulanan, terjadi penurunan 0,1 persen dari September ke Oktober 2025.
Direktur Statistik Ekonomi ONS, Liz McKeown, mengatakan gambaran besar pasar tenaga kerja Inggris masih menunjukkan tren melemah. Penurunan jumlah pekerja bergaji rutin, menurutnya, mencerminkan minimnya pembukaan lowongan baru dan kehati-hatian perusahaan dalam merekrut tenaga kerja.
Kekhawatiran serupa juga disampaikan kalangan dunia usaha. Jane Gratton, Wakil Direktur Kebijakan Publik British Chambers of Commerce (BCC), menilai tingginya biaya ketenagakerjaan serta rencana penerapan sejumlah regulasi ketenagakerjaan baru membuat banyak perusahaan menahan ekspansi perekrutan dikutip Antara.
Berdasarkan survei BCC, sekitar 72 persen pelaku usaha menyebut biaya tenaga kerja sebagai tekanan biaya terbesar yang mereka hadapi saat ini. Gratton menegaskan, kemampuan perusahaan untuk menyerap tambahan biaya sangat terbatas tanpa mengorbankan investasi dan pertumbuhan bisnis.
Ia pun mendorong pemerintah Inggris untuk memprioritaskan kebijakan yang mampu merangsang pertumbuhan ekonomi, memperkuat investasi, perdagangan, inovasi, serta peningkatan keterampilan tenaga kerja agar tahun 2026 dapat menjadi periode pemulihan yang lebih positif.