Rabu, 31 Desember 2025

Panel Ahli: Gempa Besar di Tokyo Berpotensi Renggut 18.000 Nyawa


 Panel Ahli: Gempa Besar di Tokyo Berpotensi Renggut 18.000 Nyawa Ilustrasi - Gempa bumi laut di Jepang. (Wikipidea)

JAKARTA, ARAHKITA.COM — Ancaman gempa bumi besar masih membayangi ibu kota Jepang. Panel ahli pemerintah Jepang memperkirakan gempa berkekuatan magnitudo 7 atau lebih di wilayah Tokyo dapat menewaskan hingga 18.000 orang dan merusak sekitar 400.000 bangunan. Proyeksi ini dirilis pada 19 Desember 2025.

Angka tersebut memang lebih rendah dibanding estimasi sebelumnya pada 2013, yang memprediksi 23.000 korban jiwa dan 610.000 bangunan hancur. Penurunan ini mencerminkan kemajuan Jepang dalam memperkuat bangunan tahan gempa serta peningkatan sistem pencegahan kebakaran.

Namun demikian, target pemerintah untuk menekan dampak bencana hingga setengahnya pada akhir tahun fiskal 2024 belum sepenuhnya tercapai. Pemerintah Jepang melalui Kantor Kabinet berencana menyusun rencana penanggulangan bencana dasar berdasarkan temuan terbaru ini.

Skenario Terburuk: Gempa Malam Hari di Musim Dingin

Panel memodelkan dampak jika gempa magnitudo 7,3 terjadi di wilayah bawah Tokyo dengan intensitas maksimum 7 pada skala seismik Jepang. Risiko kerusakan disebut akan meningkat drastis bila gempa terjadi pada malam hari, musim dingin, cuaca kering, dengan kecepatan angin mencapai 28,8 km/jam.

Dalam skenario tersebut, kebakaran diperkirakan menjadi penyebab utama kehancuran—menyumbang sekitar 70 persen kematian dan kerusakan bangunan.

Tantangan Baru di Masyarakat yang Menua

Laporan ini juga menyoroti dampak perubahan demografi Jepang. Masyarakat yang semakin menua membuat lebih banyak warga berada di dalam rumah saat gempa terjadi, sehingga risiko korban akibat bangunan runtuh dan kebakaran meningkat. Proyeksi ini turut mempertimbangkan pertumbuhan penduduk di Tokyo dan wilayah sekitarnya.

Meski begitu, upaya mitigasi terus menunjukkan hasil. Proporsi hunian dengan struktur tahan gempa naik dari 79 persen pada 2008 menjadi 90 persen pada 2023. Selain itu, kawasan padat berisiko tinggi—yang didominasi rumah kayu—berhasil dikurangi hingga 82 persen, dari total awal sekitar 2.500 hektare.

Menara kondominium bertingkat tinggi, yang banyak dibangun di kawasan pesisir, belum dimasukkan dalam perhitungan karena belum tersedia data kerusakan signifikan akibat gempa pada tipe bangunan tersebut.

Kematian Tidak Langsung Jadi Sorotan Baru

Untuk pertama kalinya, panel juga menghitung kematian tidak langsung akibat gempa, seperti kelelahan saat evakuasi, stres berkepanjangan, memburuknya cedera, hingga penyakit yang sudah ada sebelumnya. Angkanya diperkirakan berkisar antara 16.000 hingga 41.000 jiwa.

Perhitungan ini mengacu pada pengalaman pascabencana besar, termasuk Gempa Besar Jepang Timur dan Gempa Semenanjung Noto.

Kerugian Ekonomi dan Risiko Sosial Modern

Dari sisi ekonomi, gempa besar di Tokyo diperkirakan menimbulkan kerugian hingga 83 triliun yen atau sekitar 532 miliar dolar AS. Rinciannya meliputi 45 triliun yen akibat kerusakan rumah dan perkantoran, serta 38 triliun yen karena terganggunya produksi dan layanan akibat pemadaman listrik serta air dalam waktu lama.

Laporan ini juga menyoroti risiko khas era modern, seperti terhentinya sistem pembayaran non-tunai berbasis ponsel dan penyebaran disinformasi bencana di media sosial, yang dapat memperparah kepanikan publik.

Belajar dari Sejarah Gempa Kanto

Panel turut mensimulasikan gempa magnitudo 8, setara dengan Gempa Besar Kanto yang menewaskan lebih dari 105.000 orang. Dalam skenario terburuk versi modern, korban jiwa diperkirakan mencapai 23.000 orang, dengan 414.000 bangunan hancur atau rata dengan tanah.

Dengan sekitar 30 persen populasi Jepang terkonsentrasi di Tokyo dan tiga prefektur sekitarnya, laporan ini menekankan bahwa kesiapsiagaan bukan hanya tanggung jawab pemerintah.

“Dalam bencana berskala krisis nasional, kerugian dapat ditekan ketika swadaya, saling membantu, dan dukungan publik berjalan bersama,” demikian ditegaskan dalam laporan panel tersebut dilansir asahi.com

Editor : Patricia Aurelia

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Internasional Terbaru