Loading
Duta Besar Inggris Raya untuk Indonesia Moazzam Malik. (Antara Foto)
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Duta Besar Inggris Raya untuk Indonesia Moazzam Malik mengatakan bahwa negaranya masih terbuka untuk berdialog dengan Rusia, menyusul terjadinya insiden penyerangan dengan senjata kimia terhadap seorang mantan mata-mata Rusia di Salisbury, London.
Investigasi yang dilakukan oleh pihak inggris meyakini bahwa insiden tersebut dilakukan oleh Rusia dengan menggunakan zat racun syaraf bernama Novichok.
"Pengembangan Novichok merupakan program Rusia yang tidak diumumkan sehingga tidak dapat diatur oleh peraturan internasional mengenai senjata kimia, walau seharusnya zat tersebut diatur dengan regulasi internasional karena tingginya bahaya yang dapat disebabkan oleh Novichok," kata Dubes Moazzam di Jakarta, Kamis (15/3/2018).
Atas insiden tersebut, Perdana Menteri Inggris Theresa May telah mengusir keluar 23 diplomat Rusia serta membatalkan rencana kunjungan Menlu Rusia Sergey Lavrov ke London.
Meski demikian, dia mengatakan bahwa Pemerintah Inggris masih terbuka untuk dialog dengan Rusia.
"Investigasi ini masih dalam tahap awal. Kami belum memutuskan hubungan diplomatik Inggris dengan Rusia. Namun tentu kami harus merespons serangan ini dan kami mencari jalan untuk dapat merealisasikan diskusi tersebut di forum internasional," kata Moazzam.
Sebelumnya, PM Theresa May menyatakan bahwa hubungan bilateral antara Inggris dan Rusia tidak akan pernah sama lagi setelah terjadinya insiden penyerangan ini.
Sementara itu, Duta Besar Rusia untuk PBB Vasily Nebenzya pada Rabu (14/3/2018) mengatakan tuduhan Inggris bahwa Moskow bertanggung-jawab atas serangan gas syaraf "sama sekali tak bisa diterima baik".
Federasi Rusia berpendapat sama sekali tak bisa diterima untuk melontarkan tuduhan yang tidak dapat dibenarkan seperti yang termaktub di dalam surat dari Theresa May yang bertanggal 13 Maret kepada Sekretaris Jenderal PBB, kata Nebenzya dalam pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB untuk membahas tuduhan mengenai penggunaan gas syaraf di Inggris pada 4 Maret.
"Kami menuntut bukti material disediakan mengenai dugaan ditemukannya jejak Rusia dalam peristiwa yang memiliki gema kuat ini. Tanpa ini, pernyataan bahwa ada kebenaran yang tak terbantahkan bukan lah sesuatu yang bisa kami terima," kata dia sebagaimana dikutip Xinhua yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis (15/3/2018) pagi.