Loading
Transplantasi Organ Babi Dinilai Berpotensi Lebih Unggul dari Donor Organ Manusia. (Pixabay)
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Transplantasi organ babi ke manusia dinilai berpotensi menjadi solusi jangka panjang atas krisis donor organ global, bahkan suatu hari dapat melampaui transplantasi dari donor manusia.
Pandangan ini disampaikan Dr. Robert Montgomery, ahli bedah terkemuka yang memimpin uji klinis xenotransplantasi di NYU Langone Health, Amerika Serikat.
Montgomery mengungkapkan bahwa transplantasi pertama dalam uji klinis ginjal babi ke manusia hidup telah berhasil dilakukan, dengan transplantasi lanjutan dijadwalkan berlangsung pada Januari. Enam pasien akan menerima ginjal babi yang telah dimodifikasi secara genetik di 10 titik untuk mengurangi risiko penolakan oleh sistem imun manusia.
Jika uji klinis tahap awal menunjukkan hasil positif dan mendapatkan persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA), penelitian tersebut akan diperluas hingga mencakup 44 pasien tambahan.
Pendekatan ini, dilansir The Guardian, dikenal sebagai xenotransplantasi, yakni pemindahan organ lintas spesies. Metode tersebut dikembangkan sebagai respons atas keterbatasan pasokan organ manusia. Di Inggris saja, lebih dari 12.000 orang tercatat meninggal atau dikeluarkan dari daftar tunggu transplantasi dalam satu dekade terakhir sebelum sempat menerima organ.
Peserta uji coba ini merupakan pasien yang tidak memenuhi syarat untuk transplantasi ginjal manusia atau memiliki risiko kematian lebih tinggi dalam lima tahun dibanding peluang menerima donor manusia.
Montgomery menegaskan bahwa ketersediaan organ manusia tidak akan pernah mencukupi kebutuhan. Ia berbicara dari pengalaman pribadi sebagai penerima transplantasi jantung pada 2018, setelah menderita penyakit jantung genetik yang juga merenggut nyawa ayah dan saudara kandungnya.
Selama kariernya, Montgomery dikenal sebagai pelopor berbagai inovasi transplantasi, termasuk transplantasi ginjal berantai dari donor hidup dan pemanfaatan organ dari donor dengan hepatitis C. Namun, ia menilai pendekatan tersebut tidak cukup untuk mengimbangi pertumbuhan jumlah pasien yang membutuhkan transplantasi.
Menurutnya, kemajuan signifikan dalam rekayasa genetika babi menjadi titik balik bagi xenotransplantasi. Pada 2021, Montgomery memimpin transplantasi organ babi hasil rekayasa genetik pertama di dunia ke tubuh manusia dengan kondisi mati otak, yang membuktikan organ tersebut dapat berfungsi tanpa penolakan langsung.
Ia bahkan meyakini organ babi suatu hari dapat menjadi lebih unggul dibandingkan dengan organ manusia karena dapat terus dimodifikasi untuk meningkatkan kompatibilitas dan daya tahan. Hal ini tidak mungkin dilakukan pada organ manusia.
Penelitian juga menunjukkan bahwa transplantasi timus babi bersama ginjal dapat meningkatkan toleransi imun dan berpotensi mengurangi ketergantungan pasien pada obat anti-penolakan di masa depan.
Meski masih dalam tahap awal dan tidak lepas dari risiko, dua penerima ginjal babi saat ini dilaporkan masih hidup dan mempertahankan fungsi organ tersebut. Montgomery menyebut ginjal dan jantung sebagai organ paling menjanjikan untuk xenotransplantasi, sementara transplantasi paru-paru dan hati masih menghadapi tantangan besar.
Montgomery menegaskan bahwa jika suatu hari dirinya kembali membutuhkan transplantasi, ia tidak akan ragu mempertimbangkan jantung babi. Ia berharap terobosan ini dapat memberikan pilihan yang lebih luas bagi generasi mendatang yang menghadapi penyakit genetik serupa.