Loading
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkum Hermansyah Siregar. ANTARA/Rangga Musabar
JAKARTA, ARAHKITA.COM – Pemerintah resmi mempertegas kewajiban pembayaran royalti lagu dan/atau musik yang digunakan di ruang publik bersifat komersial. Ketentuan ini tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum Nomor HKI-92.KI.01.04 Tahun 2025.
Kebijakan tersebut diteken untuk memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha sekaligus menjamin hak ekonomi para pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait tetap terlindungi.
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum, Hermansyah Siregar, menjelaskan bahwa pemutaran musik di berbagai sektor usaha masuk dalam kategori pemanfaatan komersial.
“Lagu atau musik yang diperdengarkan untuk menunjang kegiatan usaha—mulai dari restoran, kafe, hotel, pusat perbelanjaan, tempat hiburan, hingga moda transportasi—termasuk penggunaan komersial,” ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (29/12/2025).
Dengan demikian, setiap penyelenggara layanan publik yang bersifat komersial diwajibkan membayar royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang hak cipta.
Hermansyah menegaskan, royalti bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan bagian dari hak ekonomi para kreator musik. Pembayaran yang dilakukan melalui mekanisme resmi juga dinilai berperan penting dalam menjaga keberlanjutan ekosistem musik nasional.
Dalam sistem pengelolaan royalti nasional, LMKN menjadi satu-satunya lembaga yang diberi mandat untuk menarik, menghimpun, dan menyalurkan royalti secara nasional. Dalam praktiknya, LMKN bekerja sama dengan berbagai Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang mewakili pencipta dan pemilik hak, sebelum royalti didistribusikan kepada pihak yang berhak.
Komisioner LMKN, Marcell Siahaan, menyebut skema ini dirancang agar proses pembayaran lebih sederhana dan tertib bagi pelaku usaha.
“Pelaku usaha tidak perlu bingung harus membayar ke siapa. Cukup melalui LMKN, dan kami memastikan distribusi royalti dilakukan secara adil dan transparan,” jelasnya dikutip Antara.
Sementara itu, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) berperan sebagai regulator dan pembina yang mengawasi jalannya sistem pengelolaan royalti. Selain menetapkan kebijakan, DJKI juga aktif melakukan sosialisasi agar masyarakat dan pelaku usaha semakin memahami pentingnya perlindungan hak cipta.
Penerbitan surat edaran ini sekaligus memperkuat implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang pengelolaan royalti hak cipta lagu dan/atau musik. Aturan tersebut sebelumnya telah diperjelas melalui Peraturan Menteri Hukum Nomor 27 Tahun 2025 sebagai regulasi pelaksana.
Melalui regulasi ini, pemerintah menegaskan peran LMKN sebagai platform terpusat pembayaran royalti, memperluas cakupan penggunaan komersial musik, serta menekankan tanggung jawab penyelenggara acara dan pemilik usaha untuk memenuhi kewajiban royalti secara transparan.
Pemerintah pun mengimbau para pelaku usaha agar segera memastikan penggunaan musik di tempat usahanya telah sesuai ketentuan. Kepatuhan terhadap aturan ini bukan hanya menghadirkan kepastian hukum, tetapi juga menjadi kontribusi nyata dalam mendukung kesejahteraan kreator serta pertumbuhan industri musik Indonesia yang berkelanjutan.