Selasa, 30 Desember 2025

BMKG Waspadai Hujan Lebat di Pesisir Barat Sumatera 2026, Ini Rekomendasi untuk Pemda


 BMKG Waspadai Hujan Lebat di Pesisir Barat Sumatera 2026, Ini Rekomendasi untuk Pemda Tangkapan layar- Kepala BMKG Teuku Teuku Faisal didampingi (tengah) Deputi Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan (dua kiri), Deputi Meteorologi BMKG Guswanto beserta jajaran memberikan penjelasan dalam konferensi pers bertajuk

JAKARTA, ARAHKITA.COM - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan pemerintah daerah dan masyarakat di pesisir barat Pulau Sumatera untuk tetap waspada terhadap hujan dengan intensitas tinggi pada 2026. Meskipun secara umum curah hujan nasional diperkirakan normal, beberapa wilayah memiliki risiko hujan lebat yang perlu diantisipasi.

Deputi Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, menyampaikan dalam konferensi pers “Climate Outlook 2026” di Jakarta, Selasa (23/12/2025), bahwa curah hujan tahunan di Indonesia diperkirakan berkisar antara 1.500 hingga 4.000 milimeter per tahun.

“Kondisi ini masih tergolong normal dan tidak menunjukkan anomali ekstrem secara nasional,” jelas Ardhasena, seperti dikutip dari Antara.

Meski begitu, Ardhasena menekankan beberapa wilayah tetap berpotensi mengalami hujan tinggi. Pesisir barat Sumatera, mulai dari Aceh, Sumatera Barat hingga Bengkulu, berisiko tinggi karena dipengaruhi oleh suhu permukaan laut Samudra Hindia yang hangat dan orografi Pegunungan Bukit Barisan.

“Puncak hujan dengan intensitas tinggi kemungkinan terjadi pada Januari–Februari dan November–Desember 2026. Warga dan pemerintah daerah di pesisir barat Sumatera sebaiknya meningkatkan kewaspadaan,” ujar Ardhasena.

Selain Sumatera, BMKG juga memprakirakan potensi hujan lebat di sebagian wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan, Sulawesi Tengah, dan Papua. Periode Mei hingga September 2026 diprediksi sebagai fase kemarau basah, masih disertai hujan meski intensitasnya lebih rendah.

BMKG menegaskan, meski hujan secara umum normal, intensitas lokal tetap berpotensi memicu bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor, khususnya di daerah rawan.

Ardhasena menambahkan, kalender iklim ini penting untuk perencanaan sektor pertanian, pengelolaan sumber daya air, dan mitigasi bencana. “Kami rekomendasikan pemerintah daerah memanfaatkan prakiraan iklim jangka menengah sebagai dasar perencanaan pembangunan dan pengurangan risiko bencana,” ujarnya.

Editor : Patricia Aurelia

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Nasional Terbaru