Loading
Komnas Perempuan luncurkan Catatan Tahunan 2019 (Net)
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Hari ini, 8 Maret 2019 diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional. Peringatan tiap tahun sebagai bentuk solidaritas terhadap kaum perempuan ini, menjadi momen internasional terhadap perlindungan wanita dari diskriminasi dan kekerasan.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memperingati even ini dengan meluncurkan Catatan Tahunan (CATAHU) Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia. Tahun 2019, Komnas Perempuan meluncurkan CATAHU dengan judul “Korban Bersuara, Data Bicara Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Sebagai Wujud Komitmen Negara” yang merupakan pendokumentasian berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani oleh lembaga pengadalayanan, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun organisasi masyarakat, serta pengaduan yang langsung datang ke Komnas Perempuan.
Pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2018 meningkat 14% dari tahun sebelumnya. Peningkatan pengaduan ini mengindikasikan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengungkapkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan semakin membaiknya mekanisme pencatatan dan pendokumentasian kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan di lembaga-lembaga layanan.
Situasi ini tidak seragam di semua wilayah, karena hingga tahun ini, 3 propinsi di Bagian Timur Indonesia yaitu Maluku Utara, Papua dan Papua Barat, masih belum memiliki data tentang kekerasan terhadap perempuan yang bisa diakses secara nasional. Seperti tahun sebelumnya, wilayah tertinggi yang mencatat angka pengaduan kekerasan terhadap perempuan (termasuk anak perempuan), adalah Propinsi Jawa Tengah, Propinsi Jawa Timur dan DKI Jakarta. Peningkatan ini sejalan dengan intensitas upaya perbaikan akses keadilan yang telah dilakukan melalui Pengembangan Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan (SPPT PKKTP), khususnya di Jawa Tengah.
CATAHU Tahun 2019 ini merekam kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan yang dilaporkan sepanjang tahun 2018, di mana terdapat sejumlah temuan, pola dan trend kekerasan. Tercatat bahwa kekerasan yang terjadi paling banyak berasal dari ranah domestik. Yaitu, kekerasan di ranah privat, pelaporan kasus Marital Rape atau perkosaan dalam perkawinan, dan Incest perkosaan oleh orang yang memiliki hubungan darah. Sisanya terkait penggunaan teknologi, kekerasan di ranah publik, atau pelanggaran HAM.
Sehingga dalam lima poin rekomendasi yang diserukan Komnas Perempuan, dua hal penting menjadi penekanannya. Yaitu, Pemerintah dan DPR RI perlu segera membahas dan mensahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, untuk menghentikan impunitas bagi pelaku kekerasan seksual dan membuka akses korban atas kebenaran, keadilan, pemulihan dan jaminan atas ketidakberulangan, termasuk dalam hal ini menyetarakan posisi perempuan di depan hukum untuk mendapatkan perlindungan sepenuhnya atas tindakan pelanggaran hukum yang berbasis gender.
Serta terkait regulasi, yakni aparat Penegak Hukum perlu mengoptimalkan penggunaan UU PKDRT, Undang Undang Perlindungan Anak dan Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dalam penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, terutama kasus-kasus yang rentan menempatkan perempuan sebagai pelanggar hukum;