Loading
Ketua Umum PWI Atal S Depari menyerahkan anugerah Bapak Kemerdekaan Pers kepada Presiden ketiga RI, BJ Habibie yang diterimaputra tertua almarhum Ilham Habibie di kediaman mendiang BJ Habibie, di Jakarta, Senin (16/9/2019). (Foto: Dok. PWI Pusat)
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menganugerahi gelar kepada Presiden ketiga RI sebagai Bapak Kemerdekaan Pers Indonesia atas kebijakannya yang membuka keran kebebasan dan kemerdekaan pers di Indonesia.
"Kami sadar betul kebebasan pers didapatkan di era Pak Habibie," kata Ketua Umum PWI Atal S Depari, di kediaman mendiang BJ Habibie, di Jakarta, Senin (16/9/2019).
Atal Depari mengatakan Presiden BJ Habibie dalam masa pemerintahan yang singkat, 512 hari, telah mengubah ketakutan menjadi keberanian. Sejumlah undang-undang yang sebelumnya mengekang, dicabut. Kebebasan bersyarikat, hak asasi manusia, kebebasan menyatakan pendapat dibuka luas.
Menurut Atal Depari satu yang sangat fenomenal, adalah terbitnya Undang-undang Nomor 40/1999 tentang Pers. Apabila masa sebelumnya, penerbitan pers harus seizin pemerintah melalui Surat Izin Penerbitan Pers (SIUPP) yang dikeluarkan Kementerian Penerangan dengan berbagai syarat, maka Pak Habibie membebaskannya.
"Tentu kami yakin, Pak Habibie tahu bahwa kemerdekaan pers yang dihalalkannya melalui UU 40/1999 tersebut, akan mengkritisi dan bahkan menyerang dirinya di saat kondisi ekonomi dan politik tidak stabil ketika itu, namun Pak Habibie tetap konsisten atas kemerdekaan pers. Bagi Pak Habibie, kemerdekaan pers adalah bagian dari upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang menjadi salah satu tujuan pembentukan negara Indonesia,"ungkap Atal Depari.
Atas alasan tersebut, sambung Atal Depari Persatuan Wartawan Indnesia (PWI) pada Hari Pers Nasional (HPN) di Manado, 9 Februari 2013, memberikan penghargaan medali emas kemerdekaan pers. Hari ini, PWI Pusat menyerahkan Anugerah "Bapak Kemerdekaan Pers Indonesia."
"Bagi kami, kalangan pers, anugerah ini untuk mengingatkan bangsa Indonesia, juga pemerintah, bahwa kemerdekaan pers tersebut adalah kemutlakan untuk Indonesia yang demokratis, kuat, dan untuk kepentingan rakyat seluas-luasnya,"kata Atal Depari.
Lanjut Atal Depari, Pak Habibie telah membuka kemerdekaan pers, tepat 20 tahun lalu. Bagi kita semua, tidak ada jalan untuk mundur bahkan kita harus semakin memperkuatnya dalam situasi apapun.
"Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih tidak terhingga kepada Pak Habibie. Hari ini, Senin 16 September 2019, tepat lima hari wafatnya Bapak Kemerdekaan Pers, yang sangat kita cintai, kami serahkan anugerah ini kepada putra tertua almarhum Bapak Ilham Habibie,"jelas Atal Depari.
Atal Depari didampingi jajaran pengurus PWI, antara lain Sekretaris Jenderal PWI Mirza Zulhadi. Jajaran pengurus PWI ditemui putra sulung mantan presiden itu, Ilham Akbar Habibie, di kediaman Habibie, di Patra Kuningan, Jakarta Selatan.
Sementara itu, Ilham Akbar Habibie merasa terhormat atas gelar yang diberikan PWI kepada sang ayah atas komitmen dan upayanya terhadap kemerdekaan pers.
"Dari dulu Bapak menerangkan kepada kami kenapa itu (kemerdekaan pers) diberikan begitu cepat, sebab kebebasan pers adalah pondasi negara yang berdemokrasi," katanya.
Kebebasan pers, kata dia, diperlukan sebagai upaya "check and balance" terhadap jalannya pemerintahan, karena sebelumnya seluruh informasi dimonopoli oleh negara.
"Bapak sangat merasakan, kualitas informasi yang didapatkan Bapak bisa bertentangan, karena ada banyak sumber yang harus tetap kita kurasikan sendiri. Tetapi, itu diperlukan," katanya.
Bagaimana pun, tegas Ilham, kemerdekaan pers menentukan kualitas pemerintahan karena elemen data dan informasi adalah bagian integral semua negara yang berdemokrasi.