Selasa, 30 Desember 2025

Pengamat ini Sebut UU MD3 Ancam Kebebasan Pers


 Pengamat ini Sebut UU MD3 Ancam Kebebasan Pers Pengamat hukum dan politik sekaligus mantan Wakil Ketua Dewan Pers Sabam Leo Batubara. (Kabar Sumatera)

JAKARTA, ARAHKITA.COM - Pengamat hukum dan politik sekaligus mantan Wakil Ketua Dewan Pers Sabam Leo Batubara menilai Pasal 122 UU MD3 bertentangan dengan konstitusi, melanggar prinsip kode etik, serta mengancam kemerdekaan pers.

"Pasal a quo melanggar prinsip kode etik, melanggar konstitusi, mengancam kemerdekaan pers, serta melanggar prinsip kode etik," ujar Sabam di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis (31/5/2018).

Sabam mengatakan hal tersebut ketika memberi keterangan selaku ahli yang dihadirkan oleh pemohon dari perkara pengujian Undang Undang MD3 terkait dengan aturan-aturan pemanggilan paksa oleh DPR.

"Pasal 122, mengancam kemerdekaan pers karena jika MKD mengatahui bahwa ada orang, kelompok, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR atau anggota DPR, utamanya tentu saja dari pemberitaan media pers, DPR jelas mengancam fungsi kontrol pers dan peran pers melakukan pengawasan, kritik, dan koreksi terhadap DPR dan anggota DPR," jelas Sabam.

Lebih lanjut Sabam mengatakan bahwa sepanjang pemahamannya bergelut selama 18 tahun terkait kode etik jurnalistik, kode etik suatu organisasi seperti organisasi wartawan, dokter, bahkan kode etik anggota DPR, adalah rambu-rambu yang disusun oleh, dari, dan dipedomani oleh kalangan sendiri.

Dalam pemahaman tersebut, Lembaga Mahkamah Kehormatan Dewan Pers sebenarnya bertugas mempolisi diri sendiri agar anggota dewan tidak perlu berurusan dengan kepolisian.

"Dengan kata lain, tugas MKD sebenarnya adalah untuk menjaga agar anggota DPR taat kepada kode etik, karena anggota DPR taat kepada kode etiknya maka anggota dewan dicegah untuk menjadi urusan penegak hukum, dicegah dari kemungkinan yang menjadi objek penyelidikan, penyidikan, dan atau menjadi terdakwa oleh penegak hukum,"jelas Sabam.

Poin dari penjelasan a quo dinilai Sabam sebagai pemberian wewenang MKD berdasarkan Pasal 122 untuk mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang-orang, kelompok, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Kewenangan MKD tersebut dinilai Sabam telah mengambil alih kewenangan MPR sebagai lembaga satu-satunya yang berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

"Keputusan DPR itu jelas mengacaukan ketatanegaraan karena lembaga politik seperti DPR kemudian dalam aturan a quo memiliki kewenangan yudikatif," kata Sabam.

Selanjutnya mengenai Pasal 73 UU MD3 juga dinyatakan oleh Sabam bertentangan dengan konstitudi karena amandemen menyatakan DPR hanya memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.

"Berdasarkan amanat konstitusi tersebut, kewenangan DPR untuk memanggil paksa setiap orang setelah sebelumnya gagal, hanya dapat dilaksanakan setelah ada keputusan pengadilan," tukas Sabam.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Nasional Terbaru