Loading
Cuplikan video dugaan aksi intoleran di Sukabumi, Jawa Barat, menunjukkan tindakan perusakan salib.(Tangkapan layar)
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Insiden perusakan vila yang dijadikan tempat ibadah di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, memantik keprihatinan serius dari Pengurus Pusat Pemuda Katolik. Aksi intoleran tersebut tidak hanya mencederai semangat kebinekaan dan toleransi beragama di Indonesia, tetapi juga meninggalkan dampak psikologis mendalam, khususnya bagi anak-anak yang turut hadir dalam kegiatan ibadah.
Dorong Penegakan Hukum yang Tegas
Wakil Ketua Umum Pemuda Katolik, Robertus Bondan Wicaksono, menegaskan bahwa proses hukum atas insiden ini harus berjalan tanpa kompromi. "Kami terus menjalin koordinasi dengan pihak kepolisian, khususnya Kapolri, agar proses hukum berlangsung transparan dan adil. Tak hanya itu, Pemuda Katolik juga siap memberikan pendampingan psikososial bagi para korban, terutama anak-anak dan keluarga mereka," ungkap Bondan.
Ia menekankan bahwa langkah-langkah ini penting dilakukan agar peristiwa serupa tidak kembali terjadi di masa depan. Penegakan hukum yang adil sekaligus menjadi bagian dari upaya memperkuat kepercayaan publik terhadap negara dalam melindungi hak-hak warganya, termasuk hak atas kebebasan beragama.
Pelanggaran Hukum yang Tak Bisa Diabaikan
Baca juga:
Pemuda Katolik Desak Penegakan Hukum dan Pemulihan Trauma Anak atas Aksi Intoleransi di SukabumiKetua RKBH Petra Keadilan Nasional Pemuda Katolik, Enggar Bawono, S.H., memaparkan bahwa tindakan tersebut tidak hanya mencerminkan intoleransi, tapi juga mengandung unsur pidana. Ia menyebutkan beberapa pasal yang relevan, antara lain:
Pasal 167 KUHP tentang penerobosan pekarangan tanpa izin,
Pasal 406 KUHP terkait perusakan properti,
Pasal 335 KUHP dan Pasal 80 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, terkait intimidasi terhadap anak-anak.
“Pendampingan hukum dan psikologis akan kami berikan kepada para korban. Meskipun ada upaya ganti rugi, trauma yang dialami anak-anak tidak bisa sekadar diukur dengan materi,” tegas Enggar.
Seruan Memperkuat Toleransi dan Moderasi Beragama
Santi Manurung, Ketua Bidang Moderasi Beragama dan Humas Pemuda Katolik, menilai insiden ini sebagai sinyal bahaya bagi nilai-nilai toleransi yang mulai terkikis. Ia mengingatkan bahwa negara harus hadir dan bertanggung jawab memastikan setiap warga dapat beribadah dengan aman, tanpa rasa takut.
"Ruang ibadah seharusnya menjadi tempat suci dan aman bagi semua. Konstitusi dan nilai Pancasila jelas menjamin kebebasan beragama. Tindakan intoleran tidak boleh dibiarkan tumbuh di tanah ini," ujar Santi.
Langkah Nyata di Daerah: Perkuat Dialog dan Kolaborasi
Dari Sukabumi, Ketua Komisariat Cabang Pemuda Katolik setempat, Ellias Bere, menyampaikan bahwa pihaknya telah bergerak cepat untuk merespons situasi ini. Mereka berencana menggelar dialog lintas organisasi kepemudaan guna mendorong semangat kebersamaan dan pencegahan konflik serupa.
“Kami akan berkolaborasi dengan pemuda lintas agama dan organisasi untuk membangun ruang dialog yang lebih kuat di tingkat lokal,” ucap Ellias dalam rilis yang diterima media ini Senin (30/6/2025).
Kebebasan Beragama adalah Hak Konstitusional
Pengurus Pusat Pemuda Katolik menegaskan kembali komitmen mereka dalam memperjuangkan kebebasan beragama sebagai hak asasi manusia yang dilindungi UUD 1945. Mereka menyerukan agar negara dan seluruh elemen masyarakat tidak memberikan ruang bagi tindakan intoleran yang dapat memecah belah persatuan bangsa.